ELEKTRO INDONESIA             Edisi ke Empat Belas, Agustus 1998

SAJIAN UTAMA 

Rasionalisasi Tarif Listrik

Tingkat Pendapatan yang Diperlukan

Tingkat pendapatan yang diperlukan (revenue requirment) adalah tingkat pendapatan yang harus diperoleh PLN untuk mencapai target kinerja keuangan yang ditetapkan. Sebagian dari proses ini mengukur sejauh mana kinerja keuangan PLN yang buruk merupakan hasil dari ketidakefisienannya sendiri. Diperlukan adanya penelitian dampak skenario-skenario operasional alternatif baik di dalam maupun di luar kewenangan dan kendali PLN. Secara khusus penelitian ini akan mengikutsertakan sejumlah faktor, yaitu: Tingkat efisiensi operasi PLN, Jadwal pengoperasian perusahaan listrik swasta (IPPs), Target kinerja keuangan PLN, Peningkatan biaya bahan bakar, Pertumbuhan angka penjualan, dan Nilai tukar mata uang.

Perencanaan rasionalisasi tarif dilakukan melalui analisis sensitivitas model keuangan PLN. Analisis sensitivitas akan mengindikasikan hal-hal sebagai berikut:

Suatu perencanaan dengan mempertimbangkan sejumlah hasil di atas telah diformulasikan sebagai berikut:  
Tabel 2. Mekanisme subsidi yang dapat diterapkan 
Potensial of the mechanismto facilitate
Subsidy mechanism Transparancy targeting Comprehensive 
reform 1/
Quick implementation
CUSTOMER FUNDED . . . .
Cross Subsidies . . . .
inter class 
geographic 
levies 
lifeline 2/


 

#

 

#


 
 
 
GOVERMENT/TAXPAYER FUNDED . . . .
Direct benefits to consumers 
 
. . . .
cash payments 
vouchers

#

#
.
*
Benefits to entreprises . . . .
primari input subsidy 
direct

#

 

#
.
Rate of return . . . .
reduced targets 
undervalued assets
*
*

*

 
 # indicates mechanism well-suited to objectives of tariff rationalization
* indicates mechanism poorly-suited to objectives of tariff rationalization
1/ i.e., moves toward the ultimate goal of eliminating distrortions and increased economic effeciency across all sectors
2/ lifetime tariffs can be funded by the goverment, althought customer cross-subsidies are more common

Kesimpulan secara keseluruhan adalah bahwa PLN membutuhkan peningkatan yang besar pada pendapatannya untuk tetap layak secara keuangan meskipun dalam kondisi yang paling baik. Meskipun Pemerintah Indonesia memilih menunda privatisasi PLN untuk meminimumkan kenaikan tarif, tingkat pendapatan yang diperlukan tetap meningkat sekitar 40 - 120% hanya untuk tahun 1998 saja tergantung pada nilai tukar mata uang. Pertanyaan yang timbul di sini adalah apakah kenaikan tersebut akan berasal dari konsumen atau Pemerintah dan bagaimana pengaturannya.

Subsidi Tenaga Listrik yang Ada Saat Ini

Biaya marjinal jangka panjang (Long-run Marginal Cost/LRMC) merupakan biaya ekonomis dari kapasitas dan energi yang dikaitkan dengan kenaikan permintaan. Teori ekonomi klasik menyatakan bahwa penetapan harga biaya marginal secara ekonomis akan menghasilkan alokasi yang optimal dari suatu sumber daya. Menggunakan karakteristik beban pelanggan pada LRMC dari sisi penawaran dan kemudian menskalakannya berdasarkan tingkat pendapatan yang diperlukan (revenue requirment), akan dapat dipergunakan untuk menentukan tarif berdasarkan revenue neutral LRMC. Tingkat tarif ini layak secara keuangan bagi pemosok dan efisien secara ekonomis, tetapi tidak membahas hal kesejahteraan masyarakat. Dengan membandingkan tingkat tarif ini dengan tariff yield yang ada saat ini, kami dapat menetapkan suatu gambaran tingkat subsidi pada setiap kelas pelangga.

Secara umum, diestimasikan bahwa total subsidi untuk pelanggan di tahun 1998 adalah sebesar US$ 1 hingga 1,5 miliar pada rentang perencanaan. Subsidi dari Jawa kepada Luar Jawa berada pada kisaran US$ 100 hingga 200 juta. hal kritis yang saat ini dihadapi oleh Pemerintah dan PLN bukanlah jumlah angka subsidinya yang besar, tetapi kenyataan bahwa saat ini tidak terdapat cukup dana untuk mendanai tingkat subsidi tersebut. Kebutuhan keuangan yang besar ini memunculkan kemungkinan bahwa tanpa adanya suntikan dana yang besar dari Pemerintah atau dengan melalui kenaikan tarif pada tingkat yang tinggi, maka PLN tidak akan mampu meneruskan kegiatan operasionalnya. Pertanyaannya kemudian adalah kemampuan dana yang ditransfer Pemerintah (G) dan berbagai kelas pelanggan yang ada pada dana dari konsumen (C) untuk menyediakan kebutuhan tambahan dana ini.

Mekanisme penyesuaian tarif listrik (electricity tariff adjusment mechanism / ETAM) yang ada saat ini tidak terbukti efektif untuk mampu mengatasi kelabilan kinerja keuangan PLN. Tujuan yang dinyatakan dalam ETAM adalah untuk mempertahankan tingkat tarif dasar "pada term nilai riil yang tetap" dengan menyesuaikannya terhadap perubahan harga minyak, harga pembelian listrik swasta, inflasi, dan biaya nilai mata uang. Sekalipun pengertiannya sangat layak, tujuan ini tidak pernah tercapai dikarenakan adanya masalah dalam pembobotan koefisien dan harga dasar dalam formulasinya. Pada saat inflasi telah naik 29%, akumulasi kenaikan ETAM tidak lebih dari 7%.

Pengalaman Subsidi Global

Secara jelas, penetapan tarif yang tergesa-gesa berdasarkan revenue-neutral LRMC akan tidak layak dari sudut pandang sosial-politik. Subsidi akan dilakukan dengan mengurangi hambatan pada kenaikan tarif pada beberapa kelas pelanggan yang dipilih. Bagaimanapun, yang namanya subsidi haruslah diambil dari dana Pemerintah ataupun dana yang berasal dari konsumen. Pengalaman dari bagian lain dunia ini bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan suatu strategi rasionalisasi tarif yang mengoptimalkan penerapan subsidi.

Subsidi dinyatakan hanya ketika manfaat sosial yang diakui oleh subsidi lebih besar daripada biaya langsung administrasi subsidi ditambah biaya-biaya tak langsung yang terkait dengan gangguan ekonomis yang diakibatkan oleh subsidi. Ada beberapa contoh subsidi di dunia yang secara jelas menunjukkan hal ini. Secara umum, jika subsidi harus diterapkan, subsidi haruslah mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:

Manfaat langsung kepada konsumen, disisi lain, sangat menarik karena hal itu dapat ditargetkan; masalahnya adalah bahwa di Indonesia suatu sistem penargetan haruslah dibangun dari "serpihan"; yang akan mengurangi jangka waktu dari penerapannya yang masih mungkin diterima. Subsidi masukan utama, sebagaimana subsidi bahan bakar minyak, tidaklah dapat diterapsesuaikan karena akan menyebabkan tambahan gangguan pada sektor-sektor lain. Penilaian aktiva yang di bawah nilai sesungguhnya juga tidak dapat digunakan karena hal itu tidak transparan. Mengurangi tingkat pengembalian (seperti target keuangan EBT = 0) dan pendanaan langsung dari Pemerintah kepada perusahaan, boleh jadi merupakan mekanisme yang dapat diterapsesuaikan.

Kemampuan Pendanaan Konsumen dan Pemerintah

Subsidi silang akan didanai oleh konsumen, sementara dana langsung perusahaan disediakan oleh Pemerintah. Penurunan tingkat pembelian juga akan didanai oleh Pemerintah, dalam bentuk proses berlanjut dari privatisasi. Pertanyaan yang tertinggal adalah seberapa besar masing-masing dapat menyumbang kepada nilai subsidi yang saat ini tak terdanai.

Pemakaian listrik merupakan sekitar 5% dari total pembelanjaan kalangan rumah tangga di Indonesia. Analisa ini didasarkan seri waktu data SUSENAS dari sekitar 600.000 rumah tangga di Indonesia, sebagaimana juga sekitar 1.500 data rumah tangga dalam survei karakteristik beban konsumen di Luar Jawa, menunjukkan bahwa permintaan listrik adalah tidak elastis. Dengan kata lain, suatu kenaikan tarif untuk sektor rumah tangga akan mengakibatkan tambahan bagi PLN.

Efek kenaikan listrik terhadap kemakmuran adalah relatif kecil. 30% kenaikan tarif akan menyebabkan penurunan kemakmuran (penurunan terhadap surplus konsumen) sebesar 0,3% dari belanja bulanan rumah tangga. Kalangan rumah tangga yang paling miskin tidaklah mempunyai kemampuan untuk menikmati listrik; suatu rumah tangga haruslah cukup makmur untuk dapat membayar biaya penyambungan sebesar Rp 200.000 pada tahap awal. Jika pada kenyataanya, Pemerintah berniat melindungi standar hidup dari kalangan rumah tangga yang paling miskin, mensubsidi listrik bukanlah cara yang paling tepat untuk dilakukan.

Betapapun Pemerintah bisa mencari setidaknya suatu tingkat minimal dari konsumsi listrik pada kalangan rumah tangga untuk tujuan pembangunan ekonomi-sosial. Analisa kami menyarankan pemilihan pemakaian bulanan sebesar 30 kWh sebagai "garis hidup" adalah pilihan yang layak.

Analisis mengenai akibat dari penyesuian tarif terhadap konsumen komersial/industri dilakukan dengan menggunakan model general equilibrium berdasarkan data input-output BPS (Biro Pusat Stistik). Analisis ini mengindikasikan bahwa kelistrikan merupakan 0,6% dari total biaya input. 10% kenaikan tarif riil akan tidak terlalu berpengaruh terhadap GDP dan kesempatan kerja. Demikian untuk kurun waktu lama, akibat yang ditimbulkannya relatif kecil, berpengaruh kurang dari 1% terhadap perubahan kesempatan kerja dan persentase pertumbuhan GDP. Sebagaimana pada sektor rumah tangga, permintaan listrik adalah tidak elastis oleh karena itu kenaikan tarif listrik akan menaikkan pendapatan PLN.

Karena konsumen nampaknya dapat menerima kenaikkan tarif yang subtansial, pemerintah akan dihadapkan pada tekanan dalam kondisi sekarang ini untuk memberikan tambahan dana melalui tingkat pendapatan yang diperlukan (revenue requirement) bagi PLN. Pada saat ini tingkat subsidi yang tak terdanai ini bernilai sekitar 5% dari anggaran tahun 1998/99 dan mendekati 2/3 nilai subsidi minyak pada tahun 1999/00. Dihadapkan pada kendala fiskal dan kesepakatan bulan Januari dengan IMF, hampir seluruh pendanaan disektor ketenagalistrikan harus diperoleh konsumen.

Dasar Formulasi Strategi

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, suatu rasionalisasi tarif listrik telah disusun dengan menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut: Konsep dasar ini sesuai dengan UU No. 15/1985, PP No 10/1989, PP No. 23/1994 dan UUD 1945. Sebagai contoh tidak satupun dari peraturan-peraturan ini menyebutkan bahwa konsumen harus membayar lebih rendah dari biaya penyediaan (dengan kata lain subsidi oleh Pemerintah). Arahan ini tidak secara jelas menjabarkan bagaimana sektor ketenagalistrikan harus didanai, tetapi lebih pada mengemukakan kebutuhan akan pengarahan dan petunjuk Pemerintah. Dengan kata lain, suatu pihak haruslah membayar untuk pembangunan dan kegiatan ketenagalistrikan.

Sementara banyak hal dari strategi yang diusulkan dapat diupayakan tanpa merubah undang-undang dan peraturan yang saat ini berlaku, rasionalisasi yang menyeluruh memerlukan perubahan perundangan dikarenakan tingkat persetujuan yang harus diperlukan untuk merubah tarif. Dalam kondisi perekonomian saat ini, penyesuaian tarif yang diperlukan dalam rasionalisasi tarif haruslah dilakukan seringkali dan pada waktunya. Perlunya persetujuan untuk setiap penyesuaian oleh kepala negara akan menyebabkan penundaan dan menyulitkan usaha-usaha rasionalisasi tarif.

Lebih jauh pejabat Pemerintah yang memberikan persetujuan tarif harus lebih paham secara detil mengenai PLN dan industri ketenagalistrikan dan harus lebih tanggap pada perubahan cepat yang terjadi. Pejabat-pejabat ini harus secara cepat membangun kemampuan untuk menilai perekonomian, komersian dan implikasi sosial dari berbagai pilihan pendanaan bagi sektor ketenagalistrikan termasuk mengenai kenaikan tarif. Kepala negara nampaknya tidak memiliki cukup waktu untuk hal-hal detil. Stategi kami adalah mengusulkan bagaimana mendanai sektor ketenagalistrikan sebagaimana usulan pembentukan satu institusi baru yang memproses penerapan perencanaan keuangan.

Strategi Rasionalisasi Tarif

Elemen strategi terhadap rasionalisasi tarif adalah: Tujuan mengacu kepada sasaran utama dari setiap tahapan. Jangka waktu mengindikasikan estimasi waktu setiap tahapan untuk diterapkan. Target keuangan mengacu kepada kinerja keuangan PLN yang akan diterapkan untuk setiap tahapan.

Suatu strategi rasionalisasi tarif haruslah diterapkan pada tiga pilar dukungan: Pemerintah, DPR dan masyarakat.

Strategi yang diusulkan terutama tergantung pada peningkatan kontribusi konsumen (misalnya kenaikan tarif) untuk mendanai PLN. Pada saat yang sama usulan tentang sebuah harga tarif "cap" yang dimodifikasi akan menekan PLN untuk meningkatkan efisiensinya. Untuk mengurangi pengaruh yang mungkin timbul pada konsumen akibat kenaikan tarif yang tinggi, kami mengusulkan pemakaian fokus terbatas (misalnya ditargetkan dan transparan) dari subsidi silang, termasuk tarif "garis hidup", retribusi geografi (geographic levies) dan subsidi silang antar kelas. Beberapa pendanaan Pemerintah juga akan diajukan terutama melalui pendanaan langsung bagi kegiatan investasi yang tidak layak secara komersial (misalnya kegiatan listrik pedesaan) dan melalui penurunan target tingkat pengembalian pada awal-awal tahun. Elemen-elemen ini dijadwalkan untuk mendukung dan menjadi terintegrasi dengan restrukturisasi lain yang telah mulai dilakukan.

Kunci provisi yang lain dari strategi ini adalah adanya review Pemerintah yang terregulasi dan tranparan terhadap keuangan PLN dalam rangka penetapan tarif. Ini menyangkut revisi periodik dari tarif dasar dan pemakaian ETAM yang direvisi (RETAM). Pada tahapan selanjutnya kami mendiskusikan struktur yang mungkin bagi penyesuaian tarif dasar dan formulasi dari RETAM. Dua elemen ini digunakan pada setiap tahapan dari strategi yang diusulkan. q

Oleh : Ir. Nanan Tribuana
Sumber: Ditjen Listrik dan Pengembangan Energi, Departemen Pertambangan dan Energi. 


 [ Sajian Khusus ]
[KOMPUTER] [TELEKOMUNIKASI] [KENDALI] [ENERGI] [INSTRUMENTASI] [MULTIMEDIA]

Please send comments, suggestions, and criticisms about ELEKTRO INDONESIA.
Click here to send me email.
[ Halaman Muka
© 1996-1998 ELEKTRO Online.
All Rights Reserved.