SpaceTech Corner Number 11, Volume II,  Juni  2001


 | Community Teleservice Center | Pelayanan Kesehatan Jarak Jauh Via Satelit |

Balai Informasi Masyarakat B I M untuk Perberdayaan Masyarakat Desa di Indonesia

1. Pendahuluan.

Pemberdayaan masyarakat desa merupakan kunci pembangunan nasional, karena potensi besar 65% rakyat Indonesia yang tinggal di desa, sedang hampir semua sumber alam terdapat di desa dan di tempat-tempat terpencil. Dalam upaya memberdayakan seluruh lapisan dan golongan masyarakat desa tersebut, MASTEL mempunyai prakarsa untuk menggali dan mengembangkan  konsep ITU (International Telecommu-nication Union) tentang Community Teleservice Center (C.T.C.) yang diterjemahkan secara bebas menjadi Balai Informasi Masayarakat, disingkat B.I.M..

Balai Informasi Masyarakat  (BIM) merupakan tempat yang menyediakan jasa informasi dan telekomunikasi (telematika) untuk umum (point of service) bagi masyarakat desa disekitarnya. Jasa yang disediakan selain jasa konvensional telepon dan fax (facsimile), juga jasa-jasa baru seperti Internet, dan menurut keperluan serta bersama dengan pihak-pihak bersangkutan, disediakan aplikasi-aplikasi komunikasi data dan sistem-sistem multimedia untuk berbagai keperluan seperti pendidikan jarak jauh, konperensi jarak jauh, pemeriksaan kesehatan  jarak jauh, dan sebagainya. Disamping jasa-jasa diatas, disediakan ruangan untuk keperluan konsultasi dan pelatihan dalam bidang-bidang yang relevan bagi masyarakat di sekitarnya.

Meskipun Indonesia telah mengoperasikan beberapa sistem satelit termasuk milik swasta, dan cakupannya telah menjangkau seluruh wilayah nasional, tetapi pada waktu ini penetrasi telepon di Indonesia masih sangat rendah dan pincang. Dari sekitar 6 juta sambungan telepon, sekitar 2 juta sambungan ada di pulau Jawa, 2 juta lainnya melayani kota-kota besar, dan 2 juta sisanya tersebar di ribuan pulau negara kepulauan ini , dengan catatan bahwa sekitar satu juta kilometer pesegi wilayah daratan belum mengenal telepon. Sebaran komputer beserta jasa Internet-nya hanya terdapat di kota-kota besar, inipun  baru dipergunakan oleh mereka yang tergolong modern dan mampu.

Divisi Risti PT Telkom telah mengembangkan konsep Desa Maju, tetapi terutama berbasis telepon. Mengacu kepada beberapa rujukan, kebutuhan akan sarana komunikasi bagi masyarakat pedesaan tidak beda dengan masyarakat kota, termasuk kebutuhan akan jasa baru, bahkan didesa kebutuhan itu menonjol karena belum ada jasa semacam itu.

2.   Konteks nasional

Kesenjangan sebaran fasilitas telepon itu juga merupakan indikator kesenjangan sosial ekonomi antara desa dan kota. Dalam era teknologi digital, kesenjangan itu disebut kesenjangan digital (digital divide). Rupanya kesenjangan itu bermula dari perbedaan fasilitas (pembangunan), kemudian mengakibatkan perbedaan kemampuan individual dan kelompok, yang kemudian juga mengakibatkan perbedaan pertumbuhan antar sektor. Dengan adanya perbedaan pertumbuhan ini, maka pembagian sumber-sumber menjadi pincang, seringkali termasuk sumber pengaturan dan perundangan, menguntungkan sektor dengan pertumbuhan tinggi, dan selanjutnya memperbesar kesenjangan. Singkatnya mereka yang berfasilitas akan cepat maju, sedang mereka yang tak mempunyai akses akan fasilitas tersebut akan tertinggal. Kesenjangan itu terjadi antar masyarakat dalam wilayah satu negara tetapi juga antar negara dalam lingkup internasional (within and among nations).

Kesenjangan itu mengakibatkan stratifikasi (pengkelasan) dalam masyarakat, dengan strata atas adalah kelompok elite, yaitu mereka yang terdidik, kaya, berwibawa/berkuasa, sedang strata bawahnya adalah tak terdidik, melarat, jembel. Kecenderungannya adalah bahwa terjadi alinasi yaitu strata atas memeras strata bawah, yang pandai memperdayakan (bukan memberdayakan) yang bodoh, yang kaya memeras yang miskin dan yang berkuasa menindas jembel. Strata atas bermegah atas beban strata bawah, bukan kerjasama saling menguntungkan. Oleh karena itu strategi pemeratan fasilitas pembangunan termasuk prasarana telematika bukan hanya merupakan strategi sosial atau politik saja, tetapi juga merupakan kewajiban moral, yaitu memberantas penindasan antar kelas itu.

Sudah menjadi keyakinan umum bahwa telematika merupakan sarana pemberdaya, terutama dalam meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan, tetapi juga merupakan sarana pembudaya dalam arti memfasilitasi kerjasama yang jujur, terbuka, dan saling menghargai diantara manusia individual, kelompok usaha dan semua unsur pembangunan. Kalau dalam masyarakat industri maju, sarana telematika telah memungkinkan konsep koordinasi kegiatan tersebar meskipun para pesertanya terpencar secara geografis seperti pabrik tersebar, pendidikan jarak jauh, pengobatan jarak jauh dan seterusnya, maka bagi pedesaan fasilitas telematika itu pada awalnya adalah untuk membuka isolasi mereka terhadap akses terhadap informasi. Rakyat pedesaan memerlukan informasi perkembangan pasar untuk produk desa, tentang perkembangan teknologi pertanian dan perikanan, tentang teknologi pengembangan produk dan masalah-masalah pengelolaan usaha kecil menengah.

Telematika layak mendapat urgensi dalam agenda pembangunan nasional, seperti juga halnya dengan pendidikan. Oleh karena itu pemikiran kebijakan wajib belajar bagi semua warga (yang di negara-negara maju telah berjalan lebih dari seratus tahun) perlu untuk diberlakukan bagi pemerataan sarana akses informasi.

3. Visi, Misi dan Tujuan program BIM.

3.1 Visi umum
Pembangunan nasional memerlukan sinergi antara semua unsur-unsur pembangunan dalam kegiatannya. Telematika sebagai sarana pemberdasya dan pembudaya dapat menjadi prasrana strategis, pendukung, yang memberi kemudahan  untuk upaya kerjasama antar sektor dan semua unsur masyarakat dan bangsa dalam kegiatan itu termasuk dalam lingkungan pedesaan.
Visi tentang Balai Informasi Masyarakat (BIM) adalah:
Meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan taraf hidup seluruh lapisan masyarakat desa, dalam segi sosial, ekonomi dan budaya, termasuk industri dan bisnis, melalui pemanfaatan teknologi telematika
3.3 Tujuan program BIM  adalah:

(a) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan semua lapisan dan golongan masyarakat desa dalam bidang-bidang yang mendasar, seperti pemeliharaan kesehatan, bidang usaha, wawasan sinergi antara semua unsur pembangunan masyarakat.
(b) Mendukung pembentukan dasar yang kuat lingkungan usaha pedesaan seperti pertanian, perikanan, peternakan, disertai wawasan pasar akan produk-produk desa yang memperkaya nilai tambah semua usaha diatas.
(c) Tersedianya informasi yang relevan bagi kepentingan desa, serta informasi lokal yang dapat diakses dari luar desa, lingkup nasional (bahkan internasional).

4. Latar belakang

4.1   Perkembangan teknologi.

Perkembangan teknologi yang pesat selama beberapa dasawarsa terakhir telah menciptakan berbagai sistem komunikasi elektronik dan menyajikan berbagai jenis jasa baru, menjangkau seluruh dunia, tidak tergantung lokasi. Dengan kemampuan jangkauan ini, terminal pemakai yang relatif kecil, dapat beroperasi sebagai terminal tetap ataupun terminal bergerak, dimana saja, , baik  di desa, di kota, ataupun diatas kendaraan, dengan dasar biaya yang sama. Ini mengatasi minat bisnis yang dihantui kesan bahwa “menarik saluran” kedesa memerlukan biaya besar, lebih besar daripada memasang terminal di kota yang telah banyak fasilitasnya, sedang lalu-lintas yang rendah karena sedikitnya pengguna tidak menjanjikan kontinuitas bisnisnya.

4.2 Menggunakan prasarana yang ada
Dalam implementasi program BIM ini kita tidak perlu mulai dari nol, karena dapat menggunakan prasarana yang telah ada, yang telah mencakup seluruh wilayah Nusantara, bahkan dengan akses ke jaringan seluruh dunia. Kita juga telah mempunyai pengalaman dalam program sejenis seperti Wartel, Warsi, Warnet, meskipun lingkup jangkauan dan lingkup usahanya masih terbatas, belum ada sinergi antar kelompok usaha dan dengan pembangunan sektor lain.
Sistem komunikasi satelit,  baik geo-stasioner atau pun non-geostasioner (orbit rendah) maupun sistem komunikasi radio terestrial pada umumnya yang memberi kemudahan menjangkau desa masih perlu dikaji aplikasi yang memberikan jasa yang diperlukan dengan biaya terjangkau. Bottom line memang biaya yang harus dibayar para pemakai. Nilai sistem ada pada perimbangan dampak atau manfaat kepada para pemakai dengan kelaikan bisnis, sehingga dijamin kontinuitas bisnis.

4.3 Program skala besar.

Skala besar jaringan yang mencakup seluruh wilayah nasional ini diharapkan dapat menarik minat industri manufaktur dan jasa telematika dalam negeri untuk memberikan dukungan sambil meningkatkan kemampuannya. Pengalaman dalam pengembangan jaringan Wartel menunjukkan proses pengembangan industri (kecil) dan kegiatan rekayasa produk di dalam negeri untuk keperluan usaha tersebut, meskipun komponen-komponen utama masih berasal impor. Tetapi apa yang diharapkan dari program ini adalah terutama bergulirnya kegiatan pembangunan karena peningkatan pengetahuan dan ketrampilan serta wawasan “berusaha” karena kemudahan mendapat informasi yang diperlukan seperti perkembangan pasar, teknologi baru dan seterusnya. Proses ini diharapkan menjadi pemicu tumbuhnya usaha kecil dan menengah serta semua industri dan jasa terkait yang semuanya menciptakan lapangan kerja.

4.4 Konsep BIM (CTC) telah mendunia

Konsep CTC (BIM) yang masih relatif baru ini telah dikembangkan di banyak  negara di dunia. Amerika mencoba di 30 lokasi proyek, Eropa melakukan penelitian dampaknya terhadap perkembangan ekonomi, Jepang mengusahakan untuk mengatasi kemacetan lalu-lintas. Di Asia, India mempunyai proyek pendidikan jarak jauh skala besar untuk pelatihan guru, Vietnam merintis  proyek semacam. ESCAP (Economic and Social Comission for Asia and the Pacific) meluncurkan kegiatan penelitian manfaat dan dampak BIM diikuti oleh 19 negara. Negara-negara Asean ditambah Laos dan Bhutan menunjukkan minatnya.

4.5     Hambatan implementasi.

Konsep BIM ini mendapat simpati banyak pihak, baik pemerintah maupun kalangan usaha (kecil), tetapi karena masih berupa konsep dan belum ada “contoh produk” dan analisa kelaikan usaha yang jelas termasuk mengatasi lingkungan yang masih “mentah” belum menyadari manfaat informasi dan hubungan kerjasama, (telematika sebagai pemberdaya dan pembudaya), belum ada dialog antar sektor mengenai konsep ini secara meluas, maka para calon investor, termasuk pemerintah masih “gamang” menindak lanjuti.

Mengatasi hal ini kiranya perlu dikembangkan strategi tingkat nasional dan dialog nasional untuk program BIM yang dapat disebut sebagai program mengatasi kemiskinan dan perbaikan kualitas hidup rakyat pedesaan, mematahkan struktur yang membuat rakyat pedesaan tak terdidik dan miskin.

Dari segi “bisnis” program ini merupakan upaya yang memerlukan investasi jangka panjang. Para usahawan kita belum mampu terjun dalam bidang bisnis yang katakan saja baru dapat mulai menuai setelah 5 atau tujuh tahun, apalagi selama masa krisis ini belum berlalu.

5. Ikhtisar

Konsep program BIM telah mendapat simpati banyak pihak, tetapi karena era krisis nasional (politik, sosial, ekonomi) belum berlalu, para investor, termasuk pemerintah masih ragu untuk menindak lanjuti. Oleh karena itu dengan keterbatasan dana yang ada, perlu diupayakan proyek percontohan untuk dapat lebih mematangkan wujud program ini.Ambillah misalnya referensi pengalaman Cina yang dengan bantuan UNDP mempunyai prakarsa ini yang telah menjadi program nasional dengan melibatkan koordinasi antarsektor.

F.B Moerwanto, Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel)
 

 | Community Teleservice Center | Pelayanan Kesehatan Jarak Jauh Via Satelit |


| HOME | COVER


 © 1999-2001 ELEKTRO Online
All Rights Reserved.