ELEKTRO
Nomor 24, Tahun V, Januari 1999 
SAJIAN UTAMA 

Platfrom Apakah yang Tepat untuk Sarana Belajar Kita Menjelang Abad 21?

Home 
Halaman Muka 
 
Komputer 
Komunikasi 
Energi 
Elektronika 
Instrumentasi 
Tulisan ini disusun setelah mencermati perkembangan teknologi informasi yang suka atau tidak suka harus kita selalu kita pelajari dan bila perlu kita ikuti. Hal ini perlu kita lakukan sebagai antisipasi dalam menghadapi masa depan yang selalu berubah Sebagaimana kita ketahui negara kita sedang dilanda krisis ekonomi, yang menyulitkan pembelian perangkat keras dan perangkat lunak, sedangkan tantangan masa depan untuk mempersiapkan tenaga terdidik terutama di bidang teknologi informasi (TI) tak dapat dihindari lagi. Semuanya membuat kita harus lebih bijaksana dalam memilih teknologi yang dipelajari dan digunakan. Tulisan ini bukan hendak menyerang produk dari salah satu perusahaan perangkat lunak terkemuka, tetapi mencoba meletakkan perbandingan teknologis dalam kerangka akademis.

1 Pendahuluan

Teknlogi informasi memiliki perkembangan yang sangat cepat, teknologi yang populer pada masa kini dalam 6 bulan lagi akan ditinggalkan. Begitu juga halnya dengan perangkat lunak yang lazim digunakan. Para pengguna dan produsen perangkat lunak terlanda demam "up grading", selalu cenderung mengup-grade software terbaru. Terkadang patut dipertanyakan nilai utilitas dan usabilitas penggunaan perangkat lunak terbaru tersebut. Hal lain dari keunikan perkembangan teknologi komputer adalah penggunaan nama atau terminologi baru untuk menyatakan suatu teknologi lama. Hal ini sering digunakan untuk membuat strategi pemasaran baru, misal dengan embel-embel " new technology atau new feature". Yang walaupun sesungguhnya sebagian besar dari hal tersebut telah tersedia cukup lama dengan nama yang lain pada sistem perangkat lunak yang lainnya.

Hal-hal yang berbau "new technology" yang ditempelkan berdasarkan "nama baru" menimbulkan bahwa produk tersebut merupakan produk terbaik di bidangnya dan merupakan trend masa datang (Bott, 1998). Hal ini memang efektif di segi pemasaran, tetapi menjadi tidak bijaksana bila kita coba telaah dari sisi ilmiah dari teknologi yang digunakan tersebut. Karena hal ini menimbulkan kebingungan di kalangan para pengguna terutama mahasiswa bidang komputer dan juga para akademisi yang mempelajari teknolog tersebut. 

Platform manakah yang sebaiknya digunakan sebagai sarana dalam proses belajar mengajar teknologi komputer ? Pertanyaan ini menjadi penting untuk direnungkan dalam mengembangkan materi pengajaran di masa mendatang. Baik bagi institusi pendidikan yang mempersiapkan para mahasiswanya untuk survive di masa mendatang, ataupun bagi para mahasiswa untuk membekali dirinya dengan amunisi keilmuan agar dapat bertahan dan bersaing di era global nantinya. 
 

Terjadinya krisis moneter di Indonesia pada saat ini menjadikan para pengguna perangkat lunak komersial, haruslah lebih bijaksana dalam menentukan perangkat lunak yang digunakan. Karena setiap pembelian perangkat lunak notabene dengan mengalirnya dana ke luar negeri yang jumlahnya makin besar, minimal lebih dari dua kali lipat. Hal ini disebabkan perangkat lunak tersebut tidak dibuat di Indonesia. Begitu juga dengan kebutuhan perangkat lunak terbaru tersebut yang membutuhkan perangkat keras yang lebih besar, jelas menjadi pilihan yang kurang bijaksana. Karena sekali lagi, berarti harus dikeluarkannya dana tambahan untuk perangkat keras yang notabene hanya untuk memenuhi kebutuhan minimal perangkat lunak tersebut, yang belum tentu merupakan pilihan perangkat lunak satu-satunya. Pilihan perangkat lunak alternatif haruslah dipertimbangkan pada saat ini.

Tulisan ini terfokus pada penggunaan sistem operasi untuk tujuan "belajar". Dalam tulisan ini "belajar" bukan dalam arti formal di lembaga pendidikan formal saja, tetapi dalam arti mempersiapkan diri dalam menanti era abad informasi yang telah tiba ini. Tulisan ini akan membahas dari latar belakan sejarah penggunaan program aplikasi, kondisi sekarang, dan perencanaan untuk masa depan.

2 Memandang masa lalu

Sebelum membahas kondisi pada saat ini, dan pertimbangan yang dapat diambil masa mendatang, maka akan dilakukan pembahasan tentang awal berkembangnya dunia komputer secara luas termasuk pendidikannya di Indonesia. Pembahasan diutamakan pada hal-hal yang mempengaruhi pemilihan perangkat lunak baik dalam masa pendidikan ataupun setelah para alumni bekerja di lapangan pekerjaan. Perjalanan sejarah ini memberikan gambaran mengapa aplikasi berbasiskan DOS/Windows begitu populer di Indonesia. Tulisan ini bukanlah merupakan tinjauan historis kronologi, tetapi lebih dititik-beratkan pada pembahasan latar belakang pemilihan perangkat lunak yang kini banyak digunakan. 

2.1 Perkembangan komputer dan pendidikannya di Indonesia 

Komputer masuk ke Indonesia pada awalnya digunakan oleh militer, perbankan, perusahaan minyak, badan sensus dan institusi pemerintah seperti Badan Meteorologi dan Geofisika. Baru kemudian ke perguruan tinggi negeri tertentu. Perkembangan komputer di Indonesia secara luas, diawali dengan merebaknya komputer personal dimulai dengan Apple dan IBM PC. Sehingga demikian pula yang dipelajari di lingkungan universitas secara massal. Lebih banyak minat para mahasiswa dan mengajar ke bidang aplikasi komputer personal daripada komputer jenis yang lebih besar. 

Hal ini bisa terlihat dari sebagian besar lembaga pendidikan komputer di Indonesia menggunakan materi-materi yang dijalankan pada mesin komputer personal, dimulai dari Apple dan kompatibelnya, dan kini PC dan kompatibelnya. Mesin seperti S/36, SUN, SGI, DEC dan lainya masihlah jauh dari jangkauan para mahasiswa dan pengajar kebanyakan. 

Sehingga perkembangan dunia komputer mainframe atau klas mini ke atas dan pengetahuannya relatif hanya di kalangan terbatas tersebut. Keberadaan PAU (Pusat Antar Universitas) bidang komputer belum begitu efektif untuk menyebarkan pengetahuan mengenai pemanfaatan dan perkembangan dunia komputer di kalangan perguruan tinggi (PT) lainnya terutama perguruan tinggi swasta (PTS). 

Hal ini menjadi suatu ironi (atau bahkan tragedi) bila mengingat jumlah mahasiswa PTS lebih banyak dan merupakan mayoritas tenaga kerja teknologi informasi di Indonesia. Sebagai ilustrasi hanya untuk Jakarta, jumlah mahasiswa jurusan teknik informatika (TI) Universitas Indonesia hanyalah tidak lebih dari 100 orang mahasiswa baru per tahun, sedangkan jumlah mahasiswa PTS untuk kajian yang sama sekitar 4000 orang (perkiraan ini dilakukan secara kasar, dengan mempertimbangkan adanya sekitar 20 PTS di Jakarta yang memiliki bidang studi komputer). 

Sehingga pengetahuan akan teknologi komputer klas mainframe, dan mini ke atas termasuk sistem operasi UNIX, masihlah sebagai suatu pengetahuan yang bersifat elite, dan dikuasai oleh sekelompok kecil lulusan bidang komputer. Memang kalau kita lihat sepintas selalu ini merupakan nilai lebih bagi kelompok tersebut, tetapi kalau kita lihat secara keseluruhan hal ini patut disayangkan. Terutama menghadapi era globalisasi tenaga kerja dalam persaingan ini, kita menghadapi tenaga kerja TI dari India dan Filipina yang rata-rata memiliki dasar pengetahuan komputer klas mini dan mainframe serta pengetahuan UNIX yang sangat mendukung.

2.2 UNIX si anak tiri di sangkar emas

Dalam perkembangannya di Indonesia, UNIX lebih dikenal sebagai sistem operasi yang mahal. Hal ini disebabkan kelangkaan atau tidak tersedianya program aplikasi dan bahkan sistem operasi yang merupakan varian dari UNIX. Walaupun ada varian UNIX yang bebas yaitu MINIX (yang diperoleh bersama dengan buku Operating System karangan Andrew Tannenbaum) sistem ini membutuhkan perangkat keras yang benar-benar 100% kompatible dengan IBM PC. Hal ini sangat sulit sekali diterapkan di Indonesia, karena sebagian besar perangkat keras yang digunakan adalah IBM PC kompatibel dengan BIOS yang tersendiri. 
 

Kurang digunakannya UNIX di lingungan Perguran Tinggi (PT), bukan karena tidak adanya keinginan dari pihak penyelenggara PT lainnya, tetapi karena mahalnya peralatan yang digunakan untuk mendukung mempelajari materi tersebut. Hanyalah PTS-PTS yang memiliki cukup dana, mampu membekali mahasiswanya dengan pengetahuan seperti itu. Sebagai contoh hanya PTS-PTS seperti Universitas Gunadarma, Binanusantara, Tarumanegara, Trisakti yang mampu membeli produk Unix dan aplikasinya seperti SCO-UNIX, DG-UX, dan sekelasnya. Berbeda dengan PTN yang memperoleh peralatan dari bantuan pemerintah ataupun perusahaan. Sehingga memungkinkan memperkenalkan teknologi UNIX ini ke kalangan mahasiswanya.

Tak terelakkan lagi, sehingga pada awal perkembangan dunia komputer di Indonesia, telah terjadi dichotomy penggunaan jenis sistem operasi. UNIX dan segala variantnya lebih dikenal sebagai suatu sistem operasi untuk kelas mini yang berarti mahal dan hanya untuk golongan mereka yang "serius" sebagai programmer, atau pengguna komputer kelas berat. Dan kubu MS-DOS yang dikenal dengan sistem operasi murah dan yang bisa digunakan untuk siapa saja. Hal ini ditambah dengan kemudahan memperoleh MS-DOS di kalangan calon dan para pengguna komputer di Indonesia. Diperburuk lagi dengan kebiasaan mengkopi secara tidak sah justru membuat MS-DOS dan aplikasinya menjadi populer dan secara tidak langsung ini merupakan sarana marketing yang gratis bagi perusahaan yang bersangkutan. Lebih jauh lagi keadaan ini menimbulkan image di Indonesia, bahwa dalam dunia komputer hanya aplikasi atau sistem operasi itulah satu-satunya yang tersedia. Ini menutup kepada pemikiran program sistem operasi atau aplikasi alternatif lainnya. Dengan kata lain telah terbentuk suatu kondisi "quasi-monopoli". Keterbukaan pemikiran dan solusi alternatif selalu harus dibentuk untuk memanfaatkan teknologi informasi dengan tepat.

Keterbatasan dana di kalangan perguruan tinggi (dalam hal ini PTS, karena harus mebiayai sendiri operasinya tanpa bantuan dana dari pemerintah), menjadikan kalangan PTS cenderung menggunakan platform MS-DOS sebagai platform untuk praktikum, pengembangan dan penelitian. Ditambah lagi masih sedikitnya vendor yang berniat bekerja sama "menyumbangkan" perangkat keras maupun perangkat lunak ke pihak PTS agar dapat digunakan secara massal oleh mahasiswanya. (Andaikata saya vendor mungkin saya akan menyumbang ke PTS yang memiliki mahasiswa banyak agar produk saya dapat dikenal lebih cepat). Memang ada satu atau dua vendor yang memberikan kemudahan atau keringanan bagi produk kelas mininya. Tapi secara prosentasi, jumlah ini masih kecil sekai dibandingkan dengan jumlah mahasiswa PTS. 

2.3 Rayuan manis sang program bajakan

Ketersediaan dengan mudahnya program bajakan secara tidak langsung telah memberikan dampak buruk bagi para pengguna dan peminat dunia komputer di Indonesia. Di satu sisi hal tersebut sepertinya memberikan keuntungan bagi para pengguna sehingga dapat mencoba beberapa program dengan murah (sebetulnya ada juga kontribusi kesalahan vendor perangkat lunak, karena tidak pernah memberikan program demo, atau "student price/version" kepada kalangan calon pengguna di Indonesia. Kalangan akademis, kalangan pendidikan harus membeli dengan harga yang sama seperti kalangan bisnis). Di sisi lain menyebabkan kurangnya semangat mengembangkan program sendiri karena telah tersedianya segala jenis program walaupun secara illegal.

Tersedianya begitu banyak program bajakan menjadikan pengguna, termasuk mahasiswa mudah memperoleh program komersial untuk digunakan. Hal ini jelas sangat tidak etis (terutama bila kita pandang dari sisi etika akademis), tetapi di lain pihak, tingginya harga program komersial dan tidak tersedianya harga khusus bagi kaum akademis, mahasiswa, ataupun institusi pendidikan menjadikan, membeli program komersial adalah suatu kemewahan, yang cenderung sebagai pilihan terakhir. Institusi pendidikan lazimnya membeli dengan harga normal, dan hanyalah sebagai suatu legalitas. Sedangkan pada prakteknya, program tersebut dapat disalin dengan mudah dari berbagai pihak.

Bila kita melihat di manca negara, kondisi seperti ini tidak terjadi, hal ini disebabkan tidak terlalu mahalnya harga program komersial (dibanding biaya hidup setempat), serta adanya potongan harga dan kemudahan yang banyak bagi para mahasiswa, akademis dan institusi pendidikan. Sebagian besar memberikan potongan harga 30%-50% dan bahkan dengan penyediaan manual dan dokumentasi yang lebih lengkap dari versi komersial. Ini salah satu kontribusi aktif industri perangkat lunak ke pendidikan di manca negara. Hal inilah yang tidak ditemui di Indonesia. Perusahaan penyedia perangkat lunak di Indonesia, masih memandang dunia pendidikan tidak ubahnya sebagai pelanggan bisnis biasa belaka. Vendor belum melihat lembaga pendidikan sebagai "ujung tombak pemasaran" dari produk yang mereka pasarkan.

Lingkungan pendidikan komputer di Indonesia (dalam hal ini penulis lebih menitik beratkan pada pendidikan tinggi swasta, karena jumlah mahasiswanya yang begitu besar sehingga dampak popularitas suatu platfrom dan aplikasi lebih terasa di PTS daripada PTN). Lingkungan pendidikan komputer di Indonesia, dikarenakan keterbatasan dana dan sumber daya manusia, cenderung dilaksanakan dengan menggunakan aplikasi-aplikasi yang berbasiskan PC, sebagai contoh, MS-FORTRAN, Borland PASCAL, MS-BASIC, dan lain-lain. Ini menimbulkan popularitas program-program komersial di kalangan para mahasiswa, dan membuat keterasingan para mahasiswa terhadap program-program non komersial yang banyak dan standard digunakan di dunia pendidikan dan riset komputer seperti halnya, program Latex sebagai text processor (di LN ini merupakan program standard), sistem operasi UNIX, bahasa pemrograman ADA, MODULA, SCHEME, dan lain-lainnya.

Di samping itu, kebutuhan program yang digunakan sebagai sarana belajar tidaklah sama, dengan program yang digunakan sehari-hari baik untuk development ataupun produksi. Dengan telah terbiasanya para mahasiswa menggunakan program yang "kurang cocok" untuk tujuan belajar, maka efektifitas dari kegiatan belajar itu sendiri menjadi kurang dapat dicapai. Ketidak-sesuaian jenis perangkat lunak terutama sistem operasi yang digunakan ini memberikan dampak buruk kepada pengguna yang ingin "benar-benar mempelajari teknologi komputer". Antara lain :

  • Pengguna tidak memiliki dasar mengenai mekanisme perangkat keras dan lunak yang baik. Hal ini disebabkan perangkat lunak yang digunakan sebagai sarana belajar memberikan gambaran berupa "kotak hitam". Dari dinyalakan hingga beroperasi, para pengguna tidak memahami proses apa yang terjadi ketika sistem di-boot. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan pendidikan bidang komputer. 
  • Karena mereka menghadapi "kotak hitam sistem operasi" mereka tidak memahami, komponen-komponen dasar pembentuk sistem perangkat lunak. Misal mereka tidak memiliki dasar pemahaman mengenai kernel, shell, user interface, windows manager, task manager, desktop manager, dan termasuk konsep jaringan. 
  • Kebiasaan menggunakan sistem operasi yang berupa kotak hitam, dan serba dibatasi dengan Graphical User Interface tersebut, menjadikan pengguna kurang memiliki "sense of debugging". 
  • Kekurangan ini menjadikan si pengguna akhirnya hanya menjadi seorang " end-user" belaka. Dengan kata lain hanya sebagai pengguna program biasa. Padahal yang diharapkan dapat menjai "pengguna yang memahami". 
  • Di samping itu dengan terbiasanya dengan program-program tersebut, ketika mereka bekerja mereka mengharapkan menggunakan program aplikasi yang sama. Hal ini terkadang menimbulkan kekecewaan bagi si pemberi kerja, ataupun para pengguna ini sendiri.


2. 4 Terjebak mitos keperkasaan perangkat lunak komersial

 
I Made Wiryana 
mwiryana@rvs.uni-bielefeld.de
Penulis adalah staf Universitas Gunadarma. 
 
Link: Platform Apakah yang Tepat untuk Sarana Belajar Kita Menjelang Abad 21? 

[KOMPUTER] [KOMUNIKASI] [ENERGI] [ELEKTRONIKA] [INSTRUMENTASI]

Please send comments, suggestions, and criticisms about ELEKTRO INDONESIA.
Click here to send me email.
[ Halaman Muka
© 1996-1999 ELEKTRO Online.
All Rights Reserved.