ELEKTRO INDONESIA        Edisi ke Tujuh, April 1997
PII NEWS

Dirjen Pos dan Telekomunikasi:
Indonesia Masih Kekurangan Sarjana Elektro

Sarjana lulusan bidang elektroteknik yang meliputi arus kuat, telekomunikasi, komputer dan kontrol masih kurang dibandingkan kebutuhan bagi pasar sektor pemerintah maupun swasta. Perguruan tinggi seperti UI, UGM, ITB, ITS, serta perguruan tinggi swasta seperti Universitas Trisakti, Satyawacana, ISTN dan Atmajaya belum dapat memenuhi pasar tenaga kerja elektroteknik di Indonesia. Hal itu disampaikan Dirjen Postel Djakaria Purawidjaja, mewakili Menteri Parpostel pada Konvensi Nasional Sarjana Elektro, 6-7 Maret 1997, di Jakarta. Berikut ini kutipan makalahnya secara lengkap.

Tahun 1997 dicanangkan oleh Bapak Presiden pada sambutan tanggal 1 Januari 1997 sebagai 4 Tahun Telekomunikasi dan Tahun Pemantapan Pengembangan Koperasi. Kebijaksanaan ini diambil karena dikaitkan dengan peningkatan aktivitas dalam bidang telekomunikasi antara lain:
  • Ditetapkannya dalam Raker Depparpostel 1996 konsep Nusantara-21 sebagai konsep menyeluruh keberadaan jaringan teknologi Informasi menjelang abad-21.
  • Peningkatan sasaran akhir Repelita Vl melalui REM (Rencana Eskalasi Maksimum) dari 5 juta sst(satuan sambungan telepon) menjadi 8 juta sst.
  • Adanya kesepakatan WTO dalam bidang Jasa Telekomunikasi Dasar (GBT; Group of Basic Telecommunication Services). Selaku anggota Indonesia wajib menyampaikan daftar jasa telekomunikasi dasar dalam rangka perdagangan bebas.
  • Persiapan perubahan Undang-Undang telekomunikasi agar lebih akomodatif terhadap perkembangan di era masa depan termasuk perubahan regulasi yang terkait.
  • Rencana-rencana pemerintah dalam mengaplikasikan teknologi dan jasa baru telekomunikasi (satelit, multimedia, telekomunikasi bergerak, teknologi wireless, peningkatan peran serta swasta SDM, R&D dan inovasi, dll).
Pemerintah sangat memperhatikan 3 (tiga) hal penting yang perlu disampaikan dalam Konvensi Nasional Sarjana Teknik Elektro ini, yaitu:
  1. SDM
  2. R&D dan inovasi (penelitian - pengembangan - inovasi)
  3. Industri dalam negeri.
Khusus untuk disiplin Elektroteknik yang meliputi jurusan arus kuat, telekomunikasi, komputer dan kontrol, sarjana kelulusan bidang ini masih kurang dibandingkan kebutuhan bagi pasar sektor pemerintah maupun sektor swasta. Perguruan Tinggi Negeri yang ada antara lain Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, ITB, ITS, serta Perguruan Tinggi Swasta seperti Universitas Trisakti, Satyawacana, ISTN, dan Atmajaya, belum dapat memenuhi kebutuhan pasar kerja tenaga sarjana elektroteknik di Indonesia.

Oleh karena permasalahan kekurangan kelulusan sarjana Elektroteknik bukan hanya merupakan tanggung jawab Depdikbud maupun Perguruan Tinggi saja namun juga menjadi tanggung jawab semua pihak, sehingga khusus bidang telekomunikasi Depparpostel juga mendirikan Pendidikan Tinggi STT Telkom untuk memenuhi kekurangan tenaga S-1.

Tidak hanya sampai Jenjang S-1, tetapi juga untuk mencetak S-2 dan S-3, Depparpostel saat ini sedang menghimpun dana beasiswa dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia apakah perusahaan nasional terlebih-lebih perusahaan asing, menghimpun dalam Yayasan Pendidikan Telekomunikasi Indonesia (YPTI) bagi putera-puteri Indonesia yang berpotensi namun tidak mampu secara ekonomi di bidang yang diperlukan dalam sub sektor telekomunikasi (Elektroteknik, Enjinering lainnya, manajemen, keuangan, dan hukum).

FotoPosisi Indonesia sangat lemah dalam R&D dan inovasi dibandingkan dengan negara-negara lain. R&D di sektor pemerintahan secara formal sudah ada di unit litbang. Depparposte! melalui Keppres, status litbang dari Pusat ditingkatkan menjadi Badan dalam rangka lebih mengangkat R&D telekomunikasi lebih produktif khususnya dari sisi kewenangan Depparpostel selaku Policy and Regulatory Maker. R&D dari sektor swasta masih sangat memprihatinkan, hal ini disebabkan sebagian perusahaan khususnya yang bergerak di bidang jasa telekomunikasi masih menganggap R&D merupakan progran jangka panjang yang tidak dapat dirasakan hasilnya secara sekejap. Namun sebenarnya dapat diatur, sebagai contoh setiap proyek yang dilaksanakan oleh swasta seharusnya menyisihkan dana investasi untuk kepentingan R&D yang dikerjasamakan dengan Perguruan Tinggi sehingga output dari hasil R&D) dapat di-feedback-kan kepada perusahaan untuk pengembangan proyek berikutnya.

Mengenai industri manufaktur, diperlukan kiat-kiat mekanisme yang mampu menciptakan peluang Indonesia agar menjadi kuat dalam persaingan global. Sebagai contoh Korea yang pada tahun 1991 berani memilih teknologi CDMA (Selular) yang pada saat itu belum ada satu negara di luar Amerika Serikat yang sedang mengembangkan teknologi tersebut. Secara terpadu baik pemerintahnya maupun industri yang ada mendukung dengan sasaran pada saatnya (kini) Korea akan mampu menjadi negara yang ­ dalam teknologi CDMA ­ menguasai peluang pasar. Mengikuti jejak Korea, Indonesia berani memilih teknologi PHS. Baru Jepang yang mengembangkan teknologi tersebut. Melalui komitmen penyelenggaraan Pilot Project PHS, pemerintah mengikutsertakan manufaktur PT INTI ikut dalam penyelenggaraan PHS tersebut, sehingga dalam rangka mengembangkan teknologinya selain Jepang, Indonesia sudah akan mampu mengisi peluang di dalam negeri maupun di luar negeri.

Pemerintah konsisten dalam hal sangat perlunya meningkatkan SDM, R&D, maupun industri dalam negeri, maka pada setiap kesempatan misalnya dalam proses kerjasama swasta dalam bidang telekomunikasi ketiga unsur tersebut menjadi faktor utama. Sebagai contoh dalam KSO telekomunikasi, dana investasi disisihkan untuk SDM dan R&D, sedangkan dalam kebijaksanaan penerapan teknologi baru, pihak manufaktur diberikan peranan yang cukup penting.

[SajianUtama] [Sajian Khusus] [Profil Elektro]

[KOMPUTER] [TELEKOMUNIKASI] [KENDALI] [ENERGI] [ELEKTRONIKA] [INSTRUMENTASI]


Please send comments, suggestions, and criticisms about ELEKTRO INDONESIA.
Click here to send me email.

[EdisiSebelumnya]
© 1997 ELEKTRO ONLINE and INDOSAT NET.
All Rights Reserved.