ELEKTRO
Nomor 32, Tahun VI,  Agustus  2000
ENERGI

Tarif Dasar Listrik 2000

Home
Halaman Muka


Sajian Utama
Sajian Khusus

Komputer
Elektronika
 

Pengukuran Medan Listrik dan Medan Magnet di bawah SUTET 500kV

 

Komitmen Pemerintah untuk tetap memberikan pasokan tenaga listrik bagi masyarakat ditunjukkan dengan tetap menganggarkan subsidi listrik sebesar Rp. 3,9 triliun pada RAPBN 2000. Di lain pihak, krisis ekonomi yang dimulai pada tahun 1997 sangat mempengaruhi kinerja keuangan PT PLN.

Lemahnya kinerja keuangan PT PLN ini antara lain disebabkan oleh penurunan permintaan pelanggan yang mengakibatkan berkurangnya pendapatan, dan kenaikan kurs valuta asing yang mengakibatkan meningkatnya biaya operasi, biaya bunga dan cicilan hutang. Untuk memperbaiki kinerja keuangan PLN ini, telah dilaksanakan program peningkatan efisiensi internal PLN, efisiensi pembelian bahan bakar dan program renegosiasi listrik swasta. Sedangkan untuk memperbaiki sisi pendapatan PLN, selain menyediakan subsidi listrik yang dibatasi oleh kemampuan anggaran Pemerintah, Pemerintah juga mempertimbangkan untuk menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL). Kenaikan Tarif Dasar Listrik ini diperlukan karena biaya produksi listrik per kWh PLN jauh lebih tinggi dari harga jual listrik per kWh. Kenaikan TDL secara sederhana dimaksudkan untuk menjaga agar PLN tetap dapat beroperasi melayani pelanggan dan agar PLN mempunyai dana kas cukup untuk operasional. Dalam melakukan kajian dan perhitungan kenaikan TDL, PLN beserta Pemerintah tidak memasukkan perhitungan pembelian listrik swasta sistem Jawa-Bali dan kewajiban membayar sebagian hutang lainnya.

Usulan tarif listrik baru ini selanjutnya disebut Tarif Dasar Listrik 2000 (TDL 2000), dan diharapkan dapat diberlakukan mulai April 2000. Penentuan waktu pelaksaan TDL 2000 dilakukan dengan pertimbangan bahwa pada bulan April 2000 telah diperoleh angka-angka pasti APBN 2000.

Dasar Hukum TDL 2000

UU Kelistrikan No. 15 Tahun 1985 pasal 16 menyatakan bahwa, Pemerintah mengatur harga jual tenaga listrik (tarif listrik). Selanjutnya, Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1989 pasal 32 menyebutkan bahwa harga jual tenaga listrik ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri. Dalam mengusulkan harga jual listrik ini, Menteri harus memperhatikan : Kepentingan rakyat dan kemampuan dari masyarakat; Kaidah industri dan niaga yang sehat; Biaya produksi; Efesiensi pengusahaan; Kelangkaan sumber energi primer; Skala pengusahaan dan sistem interkoneksi; dan Tersedianya sumber dana untuk investasi. Secara operasional, hal-hal tersebut di atas dapat diterjemahkan dalam beberapa kriteria untuk penetapan tarif listrik yaitu : besar penyesuaian tarif listrik tidak menyebabkan pertumbuhan ekonomi terhambat; tarif listrik yang ditetapkan memberikan signal yang tepat tentang nilai keekonomiannya dan tingkat efisiensi yang ingin dicapai; penetapan golongan tarif tidak menyebabkan adanya distorsi; penetapan tarif dapat memberikan insentif untuk kegiatan produktif dan disinsentif untuk kegiatan konsumtif; dan memperhatikan asas keadilan. Keppres Nomor 67 Tahun 1994 tentang Harga Jual Tenaga Listrik PT PLN, pelanggan dibagi menjadi 24 golongan tarif dengan struktur sebagai berikut: Badan Sosial (5 golongan tarif); Rumah Tangga (4 golongan tarif); Usaha (4 golongan tarif); Hotel (3 golongan tarif); Industri (5 golongan tarif); Gedung/Kantor Pemerintah (2 golongan tarif); dan Penerangan Jalan Umum (1 golongan tarif). Selanjutnya, Keppres Nomor 68 Tahun 1994 tentang Penetapan Harga Jual Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK), ditentukan bahwa harga jual tenaga listrik terdiri dari : Tarif Dasar Listrik (TDL) yang ditetapkan oleh Presiden, dan Tarif Tenaga Listrik Berkala (TTLB) yang ditetapkan oleh Menteri. TTLB bertujuan untuk mempertahankan agar nilai riil TDL tetap sama selang waktu dua penyesuaian TDL. Besarnya TTLB ditetapkan oleh Menteri Pertambangan dan Energi setiap 3 bulan, apabila terjadi perubahan terhadap harga bahan bakar, harga pembelian tenaga listrik oleh PKUK (PLN), tingkat inflasi, dan nilai tukar dollar Amerika terhadap rupiah

Pada tahun 1998, pemerintah menetapkan harga jual listrik baru berdasarkan pada Keppres Nomor 70 Tahun 1998 tentang Harga Jual Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh PLN. TDL 1998 ini lebih sederhana yaitu terdiri dari 17 golongan tarif: Badan Sosial (3 golongan tarif); Rumah Tangga (3 golongan tarif); Bisnis (4 golongan tarif); Industri (4 golongan tarif); dan Gedung/Kantor Pemerintah (3 golongan tarif). Pada pembentukan TDL 1998, Pemerintah berencana untuk melaksanakan tiga tahap kenaikan tarif terhadap TDL 1994: Tahap I naik 20% mulai 5 Mei s/d 31 Juli 1998; Tahap II naik 20% mulai 1 Agustus s/d 31 Oktober 998; Tahap III naik 20% mulai 1 November 1998. Namun demikian, menimbang situasi sosial, politik, dan ekonomi yang masih belum menentu, Pemerintah melakukan perubahan melalui Keppres Nomor 79 Tahun 1998 tentang Perubahan Harga Jual Tenaga Listrik Yang Disediakan PLN, Pemerintah mengubah tingkat kenaikan tarif dari 20% menjadi 18%. Lebih jauh, pada Keppres Nomor 1 Tahun 1999 tentang Penundaan Harga Jual Tenaga Listrik Yang Disediakan PLN, Pemerintah menunda pemberlakuan TDL 1998 kecuali untuk tarif Rumah Tangga Besar (R-3).

TDL 2000 diharapkan dapat diberlakukan mulai April 2000 dan diatur dengan Surat Keputusan Presiden tentang Harga Jual Listrik yang baru.

Mekanisme Usulan Tarif Dasar Listrik 2000

Untuk mencapai kesepakatan menyeluruh dengan berbagai pihak terkait, dalam penyusunan TDL 2000, Pemerintah berkoordinasi dengan PLN, DPR, dan konsumen. Dalam pengembangannya usulan Tarif Dasar Listrik 2000 telah mengalami berbagai perbaikan untuk mengakomodasikan hasil diskusi dan saran yang diberikan oleh pihak-pihak terkait. Pihak Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Departemen Pertambangan dan Energi, khususnya Direktorat Jendral Listrik dan Pengembangan Energi (DJLPE), sedangkan untuk mendapatkan aspirasi masyarakat, dibentuklah sebuah Tim Kecil Kelompok Kerja Partisipasi yang terdiri dari unsur-unsur LSM, lembaga konsumen, perguruan tinggi, PLN, dan DJLPE. Tim Kecil ini kemudian memberikan saran-saran kepada Pemerintah dan PLN, dan juga melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan DPR Komisi VIII. Secara resmi pihak Pemerintah beserta PLN juga melaksanakan Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR RI, yang hasil dan sarannya antara lain menjadi bahan pertimbangan Pemerintah dalam penyusunan TDL 2000. Tahap-tahap akhir penyusunan TDL dilakukan dengan penerbitan Keputusan Presiden tentang Harga Jual Listrik 2000, dengan petunjuk pelaksanaan diatur dalam Keputusan Menteri. Direksi PLN, dengan disetujui DJLPE, selanjutnya akan mengeluarkan Keputusan Direksi untuk mulai menerapkan Tarif Dasar Listrik 2000 yang baru.

Pola Perhitungan Tarif Listrik

Proses perhitungan TDL 2000, mengacu pada kaidah umum industri kelistrikan, dimulai dengan menghitung Allowable Cost PLN untuk menentukan biaya-biaya yang efisien dan wajar dalam penetapan harga jual listrik kepada pelanggan. Allowable Cost adalah biaya-biaya langsung dan tidak langsung yang disepakati sebagai unsur utama dalam proses produksi penyediaan tenaga listrik yang secara wajar dan adil dibebankan kepada pelanggan. Konsep Allowable Cost ini hanya digunakan untuk perhitungan harga jual tenaga listrik, dan bukan merupakan gambaran dari hasil usaha PLN sebagaimana umumnya tercermin dalam Laporan Laba/Rugi perusahaan. Dengan menggunakan konsep Allowable Cost sebagai dasar perhitungan tarif listrik, maka para pelanggan hanya akan membayar/menanggung biaya-biaya yang berkaitan dengan proses produksi listrik yang dikonsumsinya, mereka tidak harus turut menanggung biaya-biaya PLN yang tidak produktif. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa allowable cost PLN untuk tahun 2000 sebesar Rp. 27,439 triliun. Disisi lain, harus dihitung juga Revenue Requirement PLN. Revenue Requirement adalah total pendapatan yang dibutuhkan oleh PLN untuk dapat menutupi semua pengeluaran dan agar PLN dapat memperoleh rate of return yang wajar dari investasi usahanya. Namun prioritas TDL 2000 bukanlah agar PLN dapat menutup semua pengeluarannya, apalagi memperoleh keuntungan. Oleh karena itu Revenue Requirement tidak mendasari pertimbangan pembentukan TDL 2000. Revenue Requirment tetap dihitung untuk memperoleh gambaran atau prediksi rugi laba PLN untuk tahun bahasan.

Merujuk kepada uraian kebijakan TDL 2000, pemerintah akan mensubsidi listrik sebesar Rp. 3,9 triliun, untuk alokasi kenaikan tarif listrik menurut golongan pelanggan. Alokasi kenaikan tarif listrik ini diusahakan sedemikan rupa sehingga perbandingan harga jual listrik terhadap allowable cost/unit kWh mendekati satu. Tentu saja dalam menyesuaikan tarif listrik yang baru ini Pemerintah juga mempertimbangkan aspirasi pelanggan kecil.

Faktor-faktor Penyusunan TDL 2000

Penyusunan tarif dasar listrik baru selalu menjadi isu politik dan mengundang polemik dari pemerhati ekonomi dan sosial. Tuntutan masyarakat berpendapatan rendah dan pengusaha kecil untuk memperoleh keadilan dan lingkungan usaha yang kondusif seringkali berbenturan dengan kepentingan PLN untuk mengurangi kerugian dan untuk paling tidak menjaga kelancaran arus kas. Keinginan pemerintah adalah bahwa tarif dasar listrik yang baru ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat dan pelanggan. Untuk itu, tarif dasar listrik yang baru ini disusun dengan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:  TDL 2000 harus bersifat sederhana dan mudah dikomunikasikan dengan masyarakat;  Penyusunan TDL 2000 harus melibatkan masyarakat luas (LSM, YLKI, dan DPR); Adanya insentif bagi pengguna listrik untuk kegiatan produktif, dan disinsentif bagi pengguna listrik untuk kegiatan yang konsumtif;  Mendorong upaya penghematan pemakaian listrik;   Mendorong usaha kecil (membantu korban PHK, pemberdayaan ekonomi rakyat) melalui tarif yang relatif rendah untuk bisnis kecil dan industri kecil;  Dapat mengakomodasikan kepentingan usaha yang bersifat musiman, pembelian listrik secara grosir, pembelian listrik secara sementara, dan jual beli timbal-balik;  Adanya unsur flexibilitas seperti dimungkinkannya cuti daya bagi industri besar yang sedang mengalami penurunan kapasitas, pengenaan tarif flat untuk industri tertentu (orientasi ekspor);  Mendorong agar PLN lebih meningkatkan pemasaran, maka biaya beban dan biaya pemasangan dalam TDL 2000 diserahkan pada PLN, sedangkan Pemerintah hanya menetapkan patokan harga tertinggi.

Alokasi Kenaikan Tarif pada TDL 2000

Pada TDL 2000, hampir semua golongan tarif diupayakan secara bertahap menutup biaya produksi (mendekati harga pokok produksi atau rasio tarif rata-rata terhadap harga pokok produksi mendekati 1). Karena itu, pada prinsipnya, tarif dinaikkan untuk semua golongan pelanggan, kecuali pada golongan pelanggan :

  • Badan Sosial dengan tegangan sampai dengan 900 VA 
  • Rumah Tangga dengan tegangan 900 VA; 
  • Bisnis dengan tegangan 900 VA; 
  • Industri dengan tegangan 900 VA. 
Usulan kenaikan tarif pada TDL 2000 hanya diberlakukan untuk biaya pemakaian kWh, sedangkan biaya beban tidak dinaikkan (tetap sama dengan TDL 1998). Sementara itu kenaikan biaya pemakaian untuk tiap golongan tarif bervariasi dengan mempertimbangkan : Jenis tegangan yang tersambung (TR, TM, TT), sehingga prinsip keadilan tetap dipertahankan; Kemampuan bayar pelanggan, dimana tarif rata-rata untuk tiap golongan lebih rendah dari kemampuan bayar pelanggan; Penyesuaian sistem blok tarif dan faktor pembebanan yang optimal untuk mendorong effisiensi pemanfaatan listrik; Penyediaan pelayanan yang mempunyai nilai tambah untuk pelanggan seperti cuti daya dan tarif khusus untuk waktu penggunaan tertentu.

Kebijakan TDL 2000

Kebijakan Tarif Dasar Listrik 2000 ditetapkan dengan melakukan kajian-kajian secara mendalam tentang sistem tarif dasar listrik dan memperhatikan masukan-masukan dari DPR pada Rapat Kerja tanggal 5 Januari 2000, serta memperhatikan pula APBN 2000. Kebijakan yang mendasari penyusunan tarif baru ini adalah sebagai berikut:

Kenaikan tarif listrik berkaitan langsung dengan penggunaan listrik, sehingga tidak terdapat kenaikan biaya beban pada semua jenis golongan tarif, kecuali golongan Rumah Tangga R-1 900 VA dan Badan Sosial S-2 900 VA. Untuk golongan tarif yang lain tetap menggunakan TDL 1998 tahap I kecuali golongan Rumah Tangga dan Badan Sosial s/d daya tersambung 900 VA menggunakan TDL 1994 dan golongan R3 menggunakan TDL 1998 tahap III.

Pelanggan kecil (untuk setiap jenis golongan pelanggan dengan daya terpasang sampai dengan 450 VA) untuk segala macam penggunaan tidak mengalami kenaikan tarif listrik. Dengan rincian: Untuk golongan Rumah Tangga dan Badan Sosial menggunakan TDL 1994 dengan TTLB 15% dan untuk golongan Industri dan Bisnis menggunakan TDL 1998 tahap I

Mempertahankan keberadaan golongan tarif badan sosial (S1, S2, dan S3).

Ditambahkannya golongan tarif baru, untuk lebih mencerminkan keadilan dan kewajaran. Golongan pelanggan yang menikmati subsidi, golongan tarifnya akan dipisahkan tersendiri.

Untuk mendorong penggunaan yang lebih hemat oleh pelanggan, maka dibentuk sistem blok-blok tarif sehingga pelanggan yang berhemat akan membayar tarif yang lebih murah.

Mempersiapkan upaya-upaya membangun pengertian dan pemahaman masyarakat tentang TDL 2000, baik melalui media cetak, elektronik, dan pooling, yang akan dilaksanakan pada bulan Maret 2000.

Menentukan tingkat subsidi listrik yang tepat dan wajar dengan Departement teknis lainnya (Keuangan, Perhubungan, dan Perindustrian).

Bahwa dengan tingkat subsidi sebesar Rp. 3,9 triliun (APBN 2000) selama 9 bulan dari April sampai dengan Desember, kenaikan tarif yang direncanakan dengan TDL 2000 ini belum membuat PT PLN (Persero) mampu mencapai Break Even Point. Disadari bahwa kenaikan tarif ini pada dasarnya sekedar agar PLN dapat mempertahankan ‘cash flow’ sehingga tetap mampu beroperasi melakukan penyediaan tenaga listrik.

Kenaikan maksimum pendapatan PLN secara rata-rata tertimbang adalah 35%.

Tarif rata-rata untuk tiap golongan lebih rendah dari kemampuan bayar (affordable tariff)

Pada golongan tarif yang sama, golongan pelanggan dengan daya tersambung yang lebih besar akan mengalami kenaikan tarif sedemikian sehingga rasio tarif terhadap Harga Pokok Produksi (HPP) PLN mendekati satu atau sama dengan satu.

Dalam menghitung HPP, didasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut: Tidak memasukkan biaya pembelian listrik dari IPP bermasalah;

Kewajiban terhadap pemerintah (cicilan dan bunga) tetap dibayarkan secara penuh; Kas PLN tidak mengalami defisit dan posisi kas pada akhir tahun 2000 diharapkan sejumlah Rp. 1,2 triliun; Komposisi perkiraan penjualan per golongan tarif sesuai dengan Rencana Kerja dan Aanggaran Perusahaan PLN tahun 2000;  Upaya efisiensi PLN perlu ditunjukkan nilainya.

Subtansi pengaturan tarif adalah:  Keppres: Mengatur golongan tarif, struktur dan besaran, hal-hal yang perlu penjabaran lebih lanjut, dan pemberian kewenangan;  Kepmen: kewenangan, penjabaran, dan operasional pengawasan; dan Kepdirjen: Penjabaran operasional, pedoman, dan sistem pengawasan.

Perbandingan Usulan TDL 2000 dengan TDL 1998

Jumlah dan sistem pengolongan pelanggan TDL 2000 tetap sama dengan TDL 1998, demikian juga dengan biaya beban untuk semua golongan pelanggan yang dipertahankan tetap kecuali golongan Rumah Tangga R-1 900 VA dan Badan Sosial S-2 900 VA yang masing-masing mengalami kenaikan 48,81% dan 24,38%. Biaya pemakaian untuk golongan pelanggan dengan daya terpasang 450 VA juga tidak berubah dari TDL 1998, kecuali untuk golongan Pemerintah P-1 450 VA mengalami kenaikan sebesar 20,58%.

Untuk golongan pelanggan Badan Sosial (S-2 diatas 450 VA) dan Rumah Tangga (R-1 diatas 450 VA), biaya pemakaiannya tetap menggunakan sistem blok tarif yang progresif, namun berubah dari 2 blok tarif menjadi 3 blok tarif. Biaya pemakaian untuk blok pertama dan blok kedua pada TDL 2000 menjadi lebih murah, tetapi diterapkan blok baru (blok ketiga, yaitu untuk pemakaian diatas 60 kWh) yang lebih mahal dari 2 blok pertama.

Untuk golongan pelanggan Badan Usaha (B-1, B-2) dan Industri (I-1), sistem tarif dengan 2 blok diskon tetap dipertahankan, namun biaya pemakaian untuk tiap blok mengalami kenaikan. Penerapan sistem tarif dengan blok diskon tetap dipertahankan untuk memberikan insentif bagi kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif.

Untuk golongan pelanggan Sosial S-3, Badan Usaha B-4, Industri I-2 dan I-3, dan Pemerintah P-2, sistem tarif dengan diskriminasi waktu pemakaian tetap dipertahankan, yaitu biaya pemakaian pada Waktu Beban Punack (WBP) yang lebih mahal dari biaya pemakaian pada Luar Waktu Beban Puncak (LWBP). Dibanding TDL 1998, biaya WBP dan LWBP pada TDL 2000 mengalami kenaikan.

Sedangkan untuk golongan lainnya, seperti Rumah Tangga R-2 dan R-3, Badan Usaha B-4, Industri I-4, dan Pemerintah (kecuali P-2) sistem tarif yang digunakan tetap flat, namun mengalami kenaikan.

Dampak Kenaikan TDL 2000

Berikut ini adalah hasil analisis dampak perubahan tarif listrik terhadap kegiatan ekonomi berdasarkan model Computable General Equilibrium (CGE), salah satu metodologi yang digunakan untuk analisis dampak secara menyeluruh karena adanya suatu perubahan kebijakan misalnya perubahan tarif. Model CGE ini menggunakan data Input-Output dari BPS.

 Kenaikan tarif listrik PLN mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Setiap 1 % kenaikan tarif listrik PLN menyebabkan GDP riil turun sebesar 0.002 % pada kondisi short run, dan turun sebesar 0.04 % pada kondisi long-run. Untuk setiap 1 % kenaikan tarif listrik akan menyebabkan total investasi riil akan turun sebesar 0.01 % pada kondisi short-run dan turun sebesar 0.03 % pada kondisi long-run. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kenaikan tarif listrik tidak membawa dampak yang cukup signifikan pada pertumbuhan ekonomi. Pada kondisi short-run, kenaikan tarif listrik pengaruhnya relatif kecil (0.004%) terhadap penurunan penggunaan tenaga kerja karena pada kondisi ini penggunaan kapital dan tenaga kerja relatif saling melengkapi (komplemen). Pada kondisi long-run, setiap 1 % kenaikan tarif listrik mengakibatkan penurunan penggunaan tenaga kerja sebesar 0.065 % (angka ini juga relatif kecil dan tidak signifikan). Pada kondisi short-run, analisa komparatif statis dari model CGE menunjukkan bahwa pada sektor industri kenaikan 1 % tarif listrik PLN menyebabkan harga input utama (primary input prices) naik antara 0.001 % s/d 0.06 % dan menurunnya kegiatan produksi yang diindikasikan oleh penurunan penggunaan tenaga kerja antara 0.001 s/d 0.03 % dan penurunan ekspor 0.001 % s/d 0.08 %. Pada sektor komersial (perdagangan, hotel dan restoran), dampak kenaikan 1 % tarif listrik PLN menyebabkan kenaikan harga input utama 0.01 % untuk sub sektor perdagangan dan 0.09 % untuk sub sektor hotel dan restoran. Pada sektor industri, kesimpulan analisa berdasarkan metoda CGE sejalan dengan kesimpulan analisa berdasarkan perhitungan kontribusi kenaikan tarif listrik terhadap kenaikan biaya produksi yaitu sekitar rata-rata 0.066 % untuk setiap 1 % kenaikan tarif listrik. Pada kondisi long-run, kesimpulan yang diperoleh tentang dampak kenaikan tarif listrik tidak jauh berbeda dari kesimpulan yang diperoleh pada kondisi short-run. Dari paparan tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kenaikan tarif listrik dampaknya relatif baik terhadap kinerja sektor industri dan komersial, maupun terhadap kinerja perekonomian secara nasional.

Dengan menggunakan data BPS yaitu Survey Sosial Ekonomi Nasional tahun 1993 dan 1996, Potensi Desa tahun 1990 dan 1993, Data Outside Java Load Characteristics Survey (PT. Hagler Bailly Indonesia), dan dengan menerapkan teknik Tobit Maximum Likelihood diperoleh gambaran bahwa :

  • estimasi elastisitas permintaan harga listrik bertanda negatif dan tidak elastik (besaran dalam nilai absolut lebih kecil dari satu) yang berarti bahwa kenaikan tarif listrik (ceteris paribus) dapat menurunkan jumlah kWh yang dikonsumsi, tetapi dengan besar penurunan lebih kecil dibanding persentase kenaikannya; dan 
  • estimasi kehilangan atau penurunan konsumen surplus yaitu jumlah Rupiah yang harus konsumen tambahkan untuk mengkonsumsi pada tingkat yang sama sebagai akibat dari naiknya harga. Kesimpulannya adalah bahwa untuk kelompok rumah tangga berpendapatan rendah tidak sensitif terhadap perubahan tarif listrik. 
Ketidaksensitifan kelompok ini diduga karena tidak ada lagi ruang gerak untuk melakukan penghematan atau penurunan konsumsi. Oleh karena itu, adanya kenaikan tarif ada kemungkinan akan dirasakan oleh kelompok rumah tangga berpendapatan rendah ini. Kenaikan tarif listrik di atas 60 % menyebabkan tingkat konsumsi (kWh/bulan) dari kelompok berpendapatan rendah turun sampai dibawah 20 kWh/bulan. Jumlah ini dirasa terlalu rendah karena jumlah konsumsi kurang dari 1 kWh/hari.

(Sumber: Laporan Akhir Pengkajian Tekno Ekonomi Ketenagalistrikan Bidang Harga Jual Tenagalistrik, Proyek Induk Sarana Pengujian dan Penunjang Ketenagalistrikan, Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi, Jakarta)
 

Oleh Nanan Tribuana
Artikel lain:
Pengukuran Medan Listrik dan Medan Magnet di bawah SUTET 500kV

 | SAJIAN UTAMA  | SAJIAN KHUSUS |
  |  KOMPUTER   | ELEKTRONIKA  |

Please send comments, suggestions, and criticisms about ELEKTRO INDONESIA.
Click here to send me email.
| Halaman Muka
© 1996-2000 ELEKTRO Online.
All Rights Reserved.