ELEKTRO
Nomor 25, Tahun V, April 1999
ENERGI

Cogeneration Pembangkit Listrik yang Ideal

Home
Halaman Muka

Sajian Utama
Komputer
Komunikasi
Elektronika
Produksi listrik dari pembangkit yang menggunakan bahan bakar fosil adalah proses yang relatif tidak efisien. Hal ini disebabkan karena pada operasi pembangkit itu energi panas sebagai hasil sampingan dalam bentuk uap yang terbuang begitu saja ternyata jauh lebih besar daripada energi listrik sebagai tujuan utama pembangkit itu. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pada operasi pembangkit dapat dikatakan jika setiap kWh energi listrik yang diproduksi maka ada dua kWh lainnya dalam bentuk energi termal yang akan dibuang ke lingkungan sebagai gas buang. Adapun pembangkit yang besar menghasilkan uap panas adalah pembangkit dengan turbin uap tekanan balik (back pressure turbine). Di mana panas yang terbuang itu tediri dari radiasi dan kerugian yang bertumpuk pada generator uap. Dengan demikian tenaga listriknya kecil sehingga rasio antara listrik dan panasnya yang disebut efisiensi rendah. Perbaikan efisiensi pada mulanya dilakukan dengan cara mengurangi biaya pembangkit, biaya bahan bakar dan biaya pemeliharaan. Peningkatan efisiensi bisa juga dilakukan dengan teknologi sederhana yaitu dengan cara menggunakan material dan komponen berkualitas tinggi. Sedangkan efisiensi akan lebih tinggi jika dilakukan dengan meningkatkan teknologi energi daripada melalui peningkatan boiler bertekanan tinggi atau turbin kondensasi.

Gambar 1

Seperti pada pembangkit batu bara yang pada mulanya memiliki efisiensi 20% kemudian setelah dilakukan perbaikan pada bagian spesifikasi penguapan maka efisiensinya bisa meningkat menjadi 30%. Di sisi lain karena adanya kemajuan teknologi pada pembangkit tenaga uap konvensional sehingga batu bara muda bisa digunakan sebagai bahan bakar. Kemudian pembuangan gasnya dilakukan melalui sebuah menara pendingin akibatnya efisiensi pembangkit bisa menjadi 45%.

Efisiensi untuk pembangkit PLTU yang kecil adalah 28% dan untuk PLTU konvensional yang menggunakan turbin uap dan boiler umumnya mempunyai efisiensi sekitar 35%. Untuk pembangkit tenaga turbin uap yang dapat mengoperasikan zat cair dan gas dalam ruangan pembakaran bertekanan uap 250 bar dan suhu 535ºC akan menghasilkan efisiensi sebesar 40%. Sementara itu dalam air pendingin PLTU (kondensor) mengandung panas 55%. Sementara itu PLTD memiliki efisiensi 30%, gas buang PLTD mengandung panas 25%, dan air pendinginnya 33%. Suatu PLTG umumnya memiliki efisiensi 25 - 30% dan PLTG modern di mana suhunya 1110ºC memiliki efisiensi 32 - 33% sedang gas buang PLTG mengandung panas 75%. Berarti kehilangan energi termal terbesar dalam bentuk gas buang terjadi pada turbin gas. Dengan demikian pembangkit yang banyak mengeluarkan (menghasilkan) panas adalah PLTG. Jika gas buang itu mencapai suhu 500º C maka gas buang itu bisa digunakan untuk memanaskan sebuah boiler PLTU. Berarti untuk meningkatkan efisiensi pembangkit bisa dilakukan dengan memanfaatkan panas yang terbuang. Untuk itu teknologi yang bisa memanfaatkan energi panas yang terbuang adalah kogenerasi.

Gambar 2

Cogeneration adalah teknologi untuk meningkatkan efisiensi pembangkit. Melalui cogeneration ini ternyata efisiensi dari bahan bakar yang digunakan pembangkit bisa mencapai 80%, akibatnya biaya produksi menjadi murah. Hal itu dilakukan dengan cara mengolah energi panas yang berasal dari gas buang pembangkit termal.

Dari pengolahan itu dihasilkan dua macam energi panas :

  1. Panas yang bisa digunakan untuk kebutuhan industri
  2. Panas yang dialirkan ke pembangkit sehingga penggunaan bahan bakar untuk pemanasan pembangkit bisa dihemat.
Hal inilah yang menyebabkan efisiensi pembangkit konvensional meningkat. Dengan demikian biaya bahan bakar yang harus dikeluarkan pembangkit yang menggunakan cogeneration bisa dihemat.

Sedangkan keunggulan cogeneration adalah:

  1. Teknologinya bersih.
  2. Penggunaan bahan bakarnya efisien.
  3. Mampu mengurangi emisi terhadap lingkungan.
Dengan demikian pada saat isu lingkungan merebak di mana masyarakat menuntut supaya pembangkit listrik mengurangi emisi pada gas perusak lingkungan sehingga mengurangi polusi, maka penggunaan cogenerationpun semakin meningkat sehingga cogeneration telah diterima sebagai salah satu solusi dalam upaya mengatasi pemanasan global. Di Indonesia cogeneration dikembangkan oleh PLN khususnya pembangkit Jawa-Bali I (PJB I). Cogeneration ini memanfaatkan sisa panas dari pembangkit berskala kecil untuk diubah menjadi tenaga sekunder berupa uap, udara dingin dan air panas. Dengan digunakannya cogeneration itu maka tingkat efisiensi panas yang dihasilkan permbangkit kecil meningkat menjadi 90%.

Cogeneration dengan bahan bakar limbah

Cogeneration selain dapat beroperasi dengan bahan bakar fosil juga dapat digabungkan/dikawinkan dengan sumber energi terbarukan (gas atau padat). Seperti untuk gas terdiri dari biogas yang dihasilkan dari sampah pertanian dan limbah organik yang mengandung gas seperti jerami. Sedangkan untuk limbah padat terdiri dari limbah hutan dan limbah perkotaan.

Untuk itulah sekarang ini cogeneration sudah dikembangkan menjadi pembangkit ganda yang menggunakan bahan bakar dari energi terbarukan seperti itu. Seperti di Inggeris telah memanfaatkan cogeneration untuk mengubah gas limbah menjadi dua macam energi :

  1. Tenaga listrik dengan dengan daya 20 kW - 1 MW yang digunakan untuk hotel dan industri
  2. Energi panas yang digunakan untuk kebutuhan gedung perkantoran
Dengan demikian cogeneration ini cocok untuk industri yang membutuhkan energi listrik dan panas. Seperti industri kimia, farmasi, kilang minyak, kertas, kayu lapis, makanan dan industri baja. Industri itu menggunakan cogeneration dengan output listrik di atas 1 MW.

Sedangkan yang banyak menggunakan cogeneration adalah Inggeris di mana sampai saat ini saja sudah mencapai sekitar 5% dari total kebutuhan listriknya dipasok oleh cogeneration. Jika pembangkit cogeneration ini dihubungkan ke jaringan interkoneksi maka pembangkit itu sudah tidak menjadi kebutuhan sendiri atau telah menjadi komersial. Hal ini jika terjadi kelebihan energi listrik maka energi itu bisa dijual ke konsumen dan sebaliknya pada saat beban puncak maka pembangkit cogeneration membutuhkan beban yang bisa diambil dari sistim interkoneksi. Suatu pembangkit skala kecil yaitu dengan ukuran 1 MW terdiri dari mesin, generator, pemanas, sistim pembuangan unit pemanas dan unit kontrol dan unit-unit itu dibuat secara kompak. Cogeneration itu bisa menggunakan bahan bakar gas alam dan biogas dari limbah. Unit cogeneration itu dibuat dengan teknologi canggih di mana pada key board komputernya tersedia fungsi kontrol dan monitoring. Fungsi kontrol dimaksudkan untuk menyalakan mesin dan sinkronisasi generator sesuai dengan output yang dibutuhkan. Sedangkan unit monitoring dimaksudkan untuk keamanan unit dan untuk mempridiksi perawatan yang diperlukan. Cogeneration skala kecil itu cocok di tempatkan pada daerah yang memerlukan panas dan listrik. Untuk itu berarti bisa ditempatkan di rumah sakit, tempat hiburan dan perumahan.

Cogeneration Mesin Diesel

Mesin Diesel mempunyai efisiensi termal yang relatif tinggi. Di mana panas yang keluar dari mesin diesel terutama dalam bentuk gas yang dihabiskan dan energi termal yang dibawa oleh air selubung mesin. Pada beban yang penuh mesin diesel mempunyai keseimbangan panas.

Panas yang dikeluarkan mesin diesel semuanya bisa dimanfaatkan misalnya energi gas hanya 20% yang bisa dimanfaatkan secara ekonomis.

Radiasi dan kerugian lain 9,15 %
Panas dalam minyak pelumas 4,61 %
Panas dalam air selubung 13,84 %
Panas dalam gas buang 33,20 %
Shaf Work 39,20 %

Mesin diesel menghasilkan/mengeluarkan gas panas dari ketel dan selubung mesin jadi produksi energi termalnya cukup tinggi sehingga energi ini bisa digunakan untuk keperluan pembangkit yang berarti bisa dihemat biaya operasi pembangkit. Hal ini karena jumlah bahan bakar yang akan digunakan untuk memanaskan pembankit bisa ditiadakan dan kalau panasnya masih bersisa maka bisa dijual atau disimpan. Dengan demikian penggunaan PLTD untuk pembangkitan sendiri lebih menguntungkan dari pada menggunakan pembangkit PLN. Hal ini karena pada pembangkit PLN ada biaya transmisi/distribusi sedangkan pada pembangkitan sendiri selain tidak ada biaya transmisi/distribusi kemudian ditambah lagi dengan adanya hasil sampingan yang berupa energi termal yang bisa dimanfaatkan untuk memanaskan mesin pembangkit yang biasanya menggunakan bahan bakar sehingga bisa menghemat biaya bahan bakar.

Studi Kasus

Studi perbandingan pemakaian listrik PLN/Pembangkitan sendiri di tiga perusahaan Toray Grup Tangerang (PT. ITS ; PT. ISTEM dan PT. ACTEM ). Di sini juga akan membandingkan biaya suplai tenaga yang telah di keluarkan oleh pembangkit sendiri yang menggunakan Cogeneration dengan PLN.

A. Penggunaan Mesin Diesel Sendiri

    Rata-rata daya listrik terpakai perjam 8930 kW (per bulan 6537 MWh). Perhitungan biaya produksi per bulan

    Tabel Penggunaan biaya pada mesin diesel sendiri

Keterangan Jutan
Rp/bln
Rp/kWh
Pemakaian solar 1778 kl a Rp 183,82
Pemakaian listrik & air untuk diesel
Pemakain minyak plumas
Ongkos perawatan
Biaya tenaga kerja
Biaya penyusutan & Asuransi mesin
Jumlah Biaya
326,86
12,20
13,40
58,46
14,60
28,90
454,41
50,00
1,87
2,05
8,94
2,23
4,42
69,51
Penghematan biaya dari gas buang
Diesel yang diproduksi jadi uap :
- Produksi uap murni hanya dengan
residu memerlukan residu 1545,2 kl
- Pemakaian uap dengan residu yang
dicampur gas buang diesel memerlukan
residu 1308,2 kl
Penghematan residu237 kl a Rp 188,57
per liter





44,69






6,84

409,72 62,68

B. Pemakaian listrik di PLN (harus dilengkapi mesin cadangan)

    Rata-rata daya listrik terpakai per jam 8930 kW (per bulan 6537 MWh). Perhitungan pemakaian listrik PLN (termasuk biaya tetap mesin cadangan per bulan)
Keterangan Juta
Rp/bln
Rp/kWh
A. Tarif tegangan tinggi I4 :
Biaya beban : 12,500 kVA a Rp 1970/kVA
Biaya pemakaian 1894*77 + 4643*48,5
24,63
371,02
3,77
56,76
B. Amortisasi biaya penyambungan & bunga uang jaminan :
Amortisasi biaya penyambungan :
Daya : 12500 kVA 40 Rp/kVA
Bunga 15%/thn : Masa pakai 12 thn
Bunga uang jaminan :
125.000.00*13*0,15/12 thn

7,50

2,03

1,15

0,31

C. Penyusutan alat transmisi 12 thn :
6626 juta Rp/144
46,01
7,07
D. Biaya perawatan & asuransi :
(3% * 6626 juta Rp)/12
Jumlah Biaya
16,57
467,76
2,53
71,56
E. Biaya perawatan & biaya-biaya lain untuk
mesin diesel cadangan
28,90 4,42
JUMLAH BIAYA YANG DIPERLUKAN 496,66 75,98
    Dari perhitungan biaya tersebut di atas ternyata pembangkitan sendiri lebih hemat dari pada PLN. Hal ini disebabkan karena pembangkitan sendiri menggunakan cogeneration dan biaya yang dikeluarkan untuk transmisi dan distribusi relatif tidak ada. Keuntungan lain dari pembangkitan sendiri adalah keandalan sistim tenaga litrik yang dapat terjamin dan kelebihan daya yang dapat dijual.

Cogeneration Kombinasi

Cogeneration ini menggunakan prinsip siklus uap kondensor di mana di dalam kondensat uap panas yang berasal dari air dingin diturunkan kemudian hal ini berakibat meningkatknya energi listrik yang dihasilkannya. Pemilihan sistim siklus kondensasi dan sistim cogeneration berdasarkan pertimbangan ekonomis. Seperti perusahaan listrik karena tidak membutuhkan energi termal. Berarti energi termal yang dihasilkan oleh pembangkit listrik akan digunakan untuk meningkatkan produksi listrik untuk itu yang tepat digunakan adalah sistim siklus kombinasi. Yaitu jika siklus gas dikawinkan dengan siklus uap sehingga menjadi siklus kombinasi maka akan menyebabkan terjadinya peningkatan efisiensi. Pada siklus kombinasi itu boiler PLTU dipanaskan hanya oleh gas buang PLTG. Kemudian oksigen dalam pipa pembuangan turbin gas digunakan untuk pembakaran bahan bakar primer dalam suatu sistim boiler uap hilir. Kompresor memasok udara terkompresi ke boiler untuk melakukan proses super canggih, kemudian boiler itu menghasilkan uap yang dapat menggerakkan turbin uap. Selain dari itu panas limbah dari pipa pembuangan turbin gas juga digunakan untuk memanaskan boiler yang akan menghasilkan uap untuk menggerakkan turbin uap. Di mana uap boiler itu digunakan untuk menggerakkan sebuah turbin uap yang pada gilirannya merupakan tenaga penggerak mula bagi sebuah generator listrik. Kemudian jika panas yang keluar dari pipa pembuangan turbin gas dinaikkan dan gas buang yang meninggalkan boiler digunakan untuk memanaskan kondensat yang menuju maka efisiensinya bisa meningkat sampai lebih dari 50%.

Gambar 3

Sebuah pembangkit batu bara yang menggunakan kombinasi dari turbin uap dan turbin gas. Di mana limbah panas yang berasal dari turbin gas bisa dimanfaatkan yaitu dengan bantuan sebuah boiler. Sehingga bisa membangkitkan uap untuk mengontrol turbin uap. Dengan demikian hasil dari sistim gas dan uap akan menghasilkan efisiensi sebesar 44%. Sedangkan pada sistim kogenerasi energi termal yang dihasilkan oleh pembangkitnya selain bisa digunakan untuk meningkatkan produksi listrik dan bisa juga digunakan untuk kebutuhan lain. Dengan demikian sistim ini cocok dipakai di industri, hal ini karena energi termal dibutuhkan pada industri untuk kebutuhan pemanasan.

Daftar Pustaka

  1. Biaya Suplai Tenaga Listrik di Indonesia, Skripsi Deni Almanda, FT UGM, Yogyakarta, 1988
  2. ESCAP, Proceeding of the work shop on co-generation of electricity and proses heat United Nation, New York, 1983
  3. Cogeneration Memangkas biaya dan emisi, Majalah Listrik Indonesia Edisi II Tahun III April 1998, Jakarta
Oleh: Deni Almanda
Penulis adalah dosen Teknik elektro dan kepala Perpustakaan FT UMJ.

Artikel lain:

| Sajian Utama |
| KOMPUTER | KOMUNIKASI | ELEKTRONIKA |

Please send comments, suggestions, and criticisms about ELEKTRO INDONESIA.
Click here to send me email.
| Halaman Muka |
© 1996-1999 ELEKTRO Online.
All Rights Reserved.