ELEKTRO
Nomor 29, Tahun VI,  Januari 2000
ELEKTRONIKA

Pengubah Daya Dengan Metoda Resonansi

Home
Halaman Muka


Sajian Utama

Komunikasi
Energi

Pemancar FM

Pendahuluan

Sering kali kita mendengar bahwa dalam sepuluh tahun terakhir telah terjadi apa yang disebut sebagai revolusi dibidang teknologi Elektronika Daya. Kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dibidang tersebut telah menghasilkan metoda penyediaan sumber daya DC dan AC yang tidak hanya menjadi semakin kecil ukurannya, namun juga memiliki kelebihan dalam efisiensi daya, disamping juga tentunya lebih ringan, lebih murah dan lebih terpercaya dalam pengoperasiannya. Seperti juga telah kita ketahui, bahwa alat-alat pengubah daya sangat luas sekali pemakaiannya, mulai dari aplikasi peralatan elektronika, komputer, telekomunikasi, transportasi, kendaraan, militer, sampai pada aplikasi ruang angkasa. Pengubah DC-DC, misalnya, hampir selalu digunakan dalam penyediaan daya untuk menjalankan semua rangkaian-rangkaian elektronika yang menyertai piranti aktif. Namun demikian, kemajuan yang dialami dibidang elektronika daya masih terus menerus diharapkan untuk dapat menjawab tantangan yang datang dari tingkat kompleksitas sistim elektronika modern yang semakin tinggi. Sebagai bagian dari jawaban terhadap tantangan tersebut, dalam tulisan ini, akan dibahas metoda resonansi yang digunakan pada alat pengubah daya dengan penyakelaran untuk menghasilkan sistim pengubahan daya yang jauh lebih efisien dari metoda konvensional.

Secara umum, rangkaian resonansi menyediakan dua keuntungan besar pada alat pengubah daya. Keuntungan pertama berkaitan dengan permasalahan kualitas komponen frekuensi keluaran. Rangkaian resonansi dapat dipakai sebagai sarana penyaring alami dari komponen frekuensi keluaran yang diinginkan. Tambahan lagi, fungsi penyaring tersebut tetap terjaga walaupun frekuensi keluaran yang tidak diinginkan tersebut rendah ataupun sangat dekat dengan frekuensi keluaran yang diinginkan. Keuntungan kedua yang diperoleh adalah berhubungan dengan aksi penyakelaran (switching action). Setiap piranti penyakelar daya, dalam pengoperasian transisinya, akan selalu menghasilkan sejumlah rugi penyakelaran (switching loss) dalam bentuk panas misalnya. Besarnya rugi penyakelaran bergantung pada level kapasitas daya yang dikeluarkan pada saat penyakelaran. Sebagai contoh, piranti penyakelar yang berusaha untuk mengalirkan arus besar pada saat penyambungan (just turned on), setelah sebelumnya menahan atau memblokir tegangan tinggi akan menghasilkan rugi penyakelaran yang juga tinggi. Dengan kata lain, rugi pada saat penyakelaran Ploss = V@turn-off * I@turn-on, menjadi besar karena tegangan V@turn-off tinggi dan arus I@turn-on juga tinggi. Fenomena ini yang dikenal dengan nama Penyakelaran Berdaya Tinggi (High-Power Switching). Rangkaian resonansi inilah yang kemudian digunakan untuk mengatasi fenomena merugikan tersebut. Apabila dirancang dengan benar, maka rangkaian resonansi dapat dimanfaatkan untuk operasi transisi penyakelaran pada saat piranti penyakelar bertegangan rendah atau berarus rendah atau malah kedua-duanya. Maka dari itu, aksi penyakelaran dengan metoda resonansi ini sering disebut dibanyak tulisan sebagai metoda penyakelaran lembut (Soft Switching). Dengan operasi penyakelaran resonansi yang sedemikian rupa, maka rugi penyakelaranpun akan dapat ditekan seminimal mungkin sehingga penyediaan alat pengubah daya yang jsuh lebih efisien dapat terwujud.

Konsep Metoda Resonansi

Seperti telah disebutkan, rugi penyakelaran terjadi pada saat transisi penyakelaran berlangsung karena hadirnya tegangan pada dan arus yang melalui piranti penyakelar. Oleh karena itu jika kita dapat menihilkan tegangan atau pun arus pada saat transisi tersebut maka, rugi penyakelaran pun akan dapat dihilangkan. Pada rangkaian seri LC, kita dapat membuat rangkaiannya ber-resonansi sehingga tegangan dan arus pun secara otomatis atau alami akan menyebrangi nol dengan tanpa bantuan piranti penyakelar. Demikian pula dengan rangkaian paralel LC, dapat dirancang supaya tegangan dan arus dapat menyebrangi nol. Kedua rangkaian ini lah yang menjadi kunci dari metoda resonansi pada sistim pengubahan daya.

Gambar 1. Rangkaian Pengubah Half-Bridge dengan seri LC

Sebagai contoh, pada gambar 1(a) terlihat rangkaian half-bridge dengan dua sumber daya DC, V1 dan V2, yang identik, dengan rangkaian seri LC didalamnya. Beban resistor R dihubungkan secara seri dengan rangkaian seri LC. Pada prakteknya, beban R ini sebenarnya terdapat pada sisi sekunder dari transformer penginsulasi seperti terlihat pada gambar 1(b). Disamping itu untuk memudahkan analisa, rangkaian penyaring tidak diperlihatkan pada gambar 1(b). Ada dua piranti penyakelar, S1 and S2, yang umumnya menggunakan MOSFET. Dalam pengoperasiannya, ketika S1 disambung (turned ON) pertama kalinya pada saat T1, gambar 1(c), tegangan V1 akan jatuh pada rangkaian seri LC dan beban R. Tegangan yang jatuh pada beban seharusnya tidak begitu besar sehingga rangkaian menjadi underdamped dan arus pada rangkaian pun menjadi terosilasi seperti pada gambar 1(c). Arus tersebut akan mengisi kapasitor C , tegangan VC, sampai batas maksimum tegangan positive. Pada saat VC mencapai maksimum, pada titik T2, arus menjadi nol. Karena keberadaan dioda D1, setelah arus menjadi nol, kapasitor dengan segera melepas simpanan energinya sehingga arus pun kembali muncul cuma dengan arah yang berbeda (arah negatif atau ke kanan). Ini terjadi dari titik T2 ke T3. Karena arus melewati dioda D1 dan karena penyakelar S1 dihubungkan secara paralel dengan D1 maka tegangan yang jatuh pada penyakelar S1 pun akan menjadi sangat kecil, yaitu sebesar drop tegangan maju pada dioda D1. Maka dari itu, pada perioda T2 sampai T3 inilah penyakelar S1 dapat di putus (turned off) tanpa rugi penyakelaran yang berarti. Pengoperasian seperti ini yang kemudian disebut sebagai Penyakelaran Tegangan Nol (Zero-Voltage Switching). Pada saat penyakelaran S1 pertama kalinya pada titik T1 kita mendapatkan apa yang disebut sebagai Penyakelaran Arus Nol (Zero-Current Switching), karena arus pada rangkaian bermula dari nol. Demikian pula pada saat penyambungan dioda D1 pada titik T2, terjadi ketika arus melewati nol. Dioda D1 terputus pada T3 ketika arus rangkaian juga nol, kembali menghasilkan fenomena zero-current switching. Setelah titik T3, kapasitor telah selesai menghabiskan semua energinya sehingga arus pada rangkaian pun kembali menjadi nol.

Arus berikutnya dimulai ketika S2 disambung pada T4. Kembali, operasi yang serupa berlangsung seperti pada proses penyambungan dan pemutusan penyakelar S1 sebelum ini. Namun perlu diingat, seperti yang diilustrasikan pada gambar 1(c), arah arus pada rangkaian segera setelah S2 disambungkan akan sama dengan arus yang terjadi pada perioda setelah T2 (ke kanan). Kembali dari T4 ke T5 menunjukan proses pengisian kapasitor C, dan pada titik T5, tegangan kapasitor VC mancapai maksimum sehingga arus menjadi nol. Segera setelah T5, kapasitor mulai melepaskan energinya melalui perantaraan dioda D2 yang memungkinkan arus memutari rangkaian dengan arah yang berlawanan (ke kiri). Satu perioda penyakelaran berakhir sampai pada titik T7, dimana penyakelaran S1 berlangsung kembali dan proses yang serupa kembali berjalan. Perlu diperhatikan bahwa pada metoda resonansi, terdapat dua macam perioda. Pertama adalah perioda penyakelaran (switching period) yang pada gambar 1(c) terjadi dari titik T1 sampai titik T7. Yang kedua adalah perioda resonansi, dan ini terjadi dari titik T1 ke T3 atau dari titik T4 ke titik T6. Selain itu, terdapat selang waktu dimana arus pada rangkaian tetap nol, seperti dari titik T3 ke T4, dan dari titik T6 ke T7. Kekosongan dalam kedua selang waktu tersebut terjadi karena perioda penyakelaran lebih besar dari perioda resonansi. Oleh karena itu, jika perioda penyakelaran dikecilkan atau dengan kata lain frekuensi penyakelaran ditinggikan, maka selang waktu yang kosong tersebut akan semakin pendek. Semakin pendek selang waktu yang kosong, maka semakin besar tegangan ataupun daya keluaran yang dihasilkan. Dengan cara demikian, yaitu dengan pengaturan perioda penyakelaran, maka kita dapat mengatur seberapa banyak tegangan atau daya keluaran yang kita inginkan pada beban. 

Operasi pada rangkaian half-bridge dengan menyertai rangkaian resonansi dapat dianalisa dengan rangkaian pada gambar 2 yang mewakili komponen aktif pada saat penyakelar S1 disambung pertama kalinya pada titik T1. Persamaan yang dihasilkan pada rangkaian tersebut adalah:

dan karena 

maka

(1)
 
 

Gambar 2. Rangkaian pada saat S1 disambungkan dengan akar persamaan:

Supaya proses resonansi dapat berlangsung, rangkaian tersebut harus underdamped dengan cara:

Solusi dari persamaan diferensial (1) adalah:

(2) dan

(3)

dimana

adalah undamped frekuensi resonansi dan 

Selain dengan cara rangkaian seri LC, alternatif lain untuk metoda resonansi adalah dengan cara rangkaian paralel LC seperti yang ditunjukkan pada gambar 3. Pada metoda ini, beban R dihubungkan secara paralel dengan kapasitor C, namun induktor dan kapasitor tetap dalam posisi seri. Pada pengoperasiannya, rangkaian paralel tidak berbeda dengan rangkaian seri. Hanya dalam analisa matematikanya, persamaan diferensial untuk rangkaian tersebut akan mengubah faktor L/R pada persamaan (1) menjadi CR, sedangkan frekuensi resonansi w0 tidak berubah.

Gambar 3. Rangkaian Pengubah Half-Bridge dengan seri LC

Kesimpulan

Pada tulisan ini telah dibahas secara ringkas metoda resonansi pada sistim pengubahan daya dengan penyakelaran. Pengubahan daya dengan metoda resonansi dicapai dengan mengkombinasikan topologi pengubahan daya dengan strategi penyakelaran yang menghasilkan terjadinya transisi penyakelaran pada saat arus melalui dan/atau tegangan pada penyakelar tersebut nol. Dengan demikian, rugi penyakelaran yang merupakan salah satu faktor penghambat utama dalam sistim pengubahan daya dengan metoda penyakelaran dapat ditekan serendah mungkin atau mendekati nol. Selain dari itu, tanpa menggunakan metoda resonansi, piranti penyakelar akan selalu melibatkan tegangan tinggi dan/atau arus tinggi pada saat transisi penyakelarannya, sehingga tidak hanya mengakibatkan rugi penyakelaran yang tinggi, namun juga tekanan penyakelaran (switching stress) berunsurkan dv/dt dan di/dt yang juga tinggi. Oleh karena itu peranan metoda resonansi ini akan terasa peranannya karena dapat menekan unsur dv/dt dan di/dt tersebut sehingga pemakaian piranti penyakelar pun menjadi awet. Tambahan lagi, rugi penyakelaran dan tekanan penyakelaran pada umumnya meningkat secara linier dengan semakin tingginya frekuensi penyakelaran yang digunakan. Ini merupakan salah satu faktor penghambat dalam usaha pemakaian frekuensi tinggi pada sistim pengubahan daya dimana frekuensi tinggi tersebut sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas daya keluaran, efisiensi daya, ukuran serta berat dari piranti pengubah daya. Dengan metoda resonansi ini pula lah maka permasalahan yang berkaitan dengan frekuensi penyakelaran yang tinggi dapat teratasi. Ini dirasakan sangat penting, karena perkembangan piranti penyakelar seperti IGBT, MOSFET, MCT dan lainnya akan terus menuju tidak hanya kepada peningkatan kemampuan dayanya tetapi juga pada batas maksimum kemampuan frekuensi penyakelarannya. Dengan metoda resonansi ini pulalah maka kita dapat dimungkinkan untuk mengoperasikan piranti penyakelar pada kapasitas kemampuan frekuensi penyakelarannya semaksimal mungkin. q

Oleh Dr. Taufik
Penulis adalah staf pengajar jurusan Teknik Elektro California Polytechnic State University, USA. 

Artikel lain: Pemancar FM


| SAJIAN UTAMA |
| KOMUNIKASI | ENERGI |

Please send comments, suggestions, and criticisms about ELEKTRO INDONESIA.
Click here to send me email.

| Halaman Muka


© 1996-2000 ELEKTRO Online.
All Rights Reserved.