ASSI Newsletter Number 4, Volume I, April 2000


Pengenalan Umum Pita Frekuensi Ka dan Industri Satelit Telekomunikasi Pita Lebar Dunia

Rangkuman

Munculnya jenis jasa pelayanan telekomunikasi / informasi baru berbasis satelit, menuntut perlunya penggunaan frekuensi di atas frekuensi yang lazim digunakan 4/6 GHz (pita frekuensi C). Di dalam mengantisipasi penggunaan frekuensi yang lebih tinggi tersebut, khususnya pita frekuensi Ka, maka pemahaman akan nilai positif dan negatif dari pita frekuensi tersebut sangat diperlukan di dalam rangka mendapatkan keuntungan yang optimal, khususnya di dalam era persaingan global ini. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang regulasi ITU, keuntungan dan kekurangan pita frekuensi Ka serta aplikasi dan kondisi industri satelit dunia dan permasalahan di Indonesia.

Pendahuluan

Pergeseran dari satellite geostasioner ke fiber optik pada tahun 1980-an sebagai sambungan jarak jauh (trunk) mengubah peranan satelit dari peruntukan komunikasi backbone telepon (suara) menjadi komunikasi yang lebih terfokus (thin route) dengan orde 2 Mbits/s dan pelayanan penyiaran video.[JAFH]. Fakta menunjukkan bahwa sistem satelit dapat memenuhi permintaan pelayanan telekomunikasi pita lebar (broadband – multimedia) dengan cepat dan fleksibel dibanding sistem terestrial. Namun hal ini akan sulit dikembangkan bila tetap menggunakan pita frekuensi 4/6 GHz (pita frekuensi C) karena sudah mengalami saturasi. Salah satu alternatif solusinya adalah menggunakan pita frekuensi Ka (17 GHz – 35 GHz) atau gelombang milimeter.

Regulasi ITU

Regulasi International Telecommunication Union (ITU), yang mengacu kepada hasil sidang World Radiocommunication Conference (WRC)-97 menghasilkan 4 resolusi. [PD].
  Resolusi 130: mengatur pemakaian bersama antara sistem NGSO-FSS dan sistem GSO-FSS dengan cara:
a) Menjamin perlindungan atas sistem GSO-FSS dari sistem NGSO-FSS dengan pembatasan yang ketat terhadap tingkat gangguan (interferensi).
b) Pembatasan atas APFD (Aggregate Power Flux Density) emisi dari terminal NGSO-FSS.
c) Pembatasan atas EPFD (Equivalent Power Flux Density) emisi dari satelit NGSO-FSS.
d) Membebaskan koordinasi antara sistem NGSO-FSS dan sistem GSO-FSS.
e) Pemakaian bersama untuk sistem NGSO-FSS yang diatur dalam S9.12.
f) Mengurangi pembatasan yang ketat (masalah interferensi) selanjutnya akan dibahas dalam WRC-00 (tahun 2000).
Resolusi 131: mengatur pemakaian bersama sistem NGSO-FSS dan sistem FS. Di mana sistem FS akan dilindungi dengan penerapan pembatasan PFD (Power Flux Density), dimana pembatasan ini tergantung kepada jumlah satelit NGSO-FSS itu sendiri. Sistem FS adalah sistem LMDS.

Resolusi 538: mengatur pemakaian bersama antara sistem NGSO-FSS dan feeder link BSS yang dijelaskan dalam Appendix S30A. ( Meskipun resolusi ini difokuskan untuk pita Ku tetapi berlaku juga untuk pita frekuensi 17,7-18,1 GHz yang digunakan sebagai feeder link BSS (uplink) dan dijelaskan dalam Appendix S30A). Membatasi APFD sistem NGSO-FSS terhadap feeder link BSS. Resolusi 132: memperpanjang Resolusi 46/S9.11A. Menegaskan bahwa jika ada modifikasi sistem NGSO-FSS sebelum 18 Nopember 1995, maka tidak diperlukan koordinasi, selama hal tersebut tidak melampaui standar/konfigurasi semula, misal Teledesic mengubah jumlah satelit dari 844 menjadi 288.

Keuntungan dan Kekurangan Pita Frekuensi Ka

Pita frekuensi Ka memang memiliki beberapa keuntungan dan kekurangan. Adapun beberapa keuntungan pita frekuensi ini adalah:

[AR].........................................(1)

di mana:
D = diameter antena parabola (meter).

c = kecepatan
cahaya = 3.108 m/detik; f = frekuensi (Hz).

q3dB = sudut aperture sebesar 3dB di bawah penguatan maksimal (derajat).

Penguatan antena maksimal semakin tinggi. Sesuai dengan Persamaan 2 berikut.

[AR].........................(2)

di mana:
Gmax = penguatan antena maksimal (dB).

Adapun kekurangannya adalah rentan terhadap perubahan kondisi atmosfir, khususnya hujan, di mana daya emisi yang diterima akan teredam dan suhu derau sistem «system noise temperature» meningkat disisi penerima. [TTH]. Sehingga kualitas hubungan, rasio sinyal terhadap derau , akan menurun akibat nilai TE meningkat dan G menurun. [AR]..............(3) Di mana: PT = daya pancar emisi satelit. GT = penguatan antena emisi satelit.

L = rugi-rugi hubungan (path loss).

G = penguatan pada antena penerima (sisi penerima).

TE = temperatur suhu sistem pada sisi penerima (sisi penerima).

k = konstanta Boltzman ( 1,38 10-23 J/K ).

Pengaruh atmosfir yang memberikan dampak terhadap frekuensi radio khususnya frekuensi tinggi seperti halnya pada pita frekuensi Ka. Kontribusi perubahan atmosfir khususnya hujan, awan dan gas menyebabkan tingkat redaman meningkat secara eksponensial kecuali redaman yang diakibatkan oleh gas, di mana perubahannya berfluktuasi. Sementara itu Tabel 2 adalah kuantisasi tingkat redaman akibat pengaruh atmosfir khususnya untuk pita frekuensi Ka, (17 GHz s/d 35 GHz) selebar 18 GHz. Pada tabel tersebut juga diperbandingkan dengan tingkat redaman pada pita frekuensi C (6 GHz). Untuk perhitungan redaman linique, gas dan uap air, dapat dilihat pada rekomendasi 676-3 ITU-R. Perhitungan redaman karena awan, dapat dilihat pada rekomendasi 840-2 ITU-R. Sedang perhitungan redaman karena hujan, dapat dilihat pada rekomendasi 618 ITU-R atau model DAH (Dessanayake-Alnutt-Haidara), tergantung jenis hujannya [LC]. Perlu dicatat pula bahwa tingkat redaman juga dipengaruhi oleh sudut elevasi antara satelit dan terminal (antena) di bumi, semakin kecil sudut elevasi semakin tinggi tingkat redaman. Pada Tabel 3 ditampilkan intensitas hujan di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara yang diambil dari peta hydroclimatics ITU. Khusus untuk Indonesia dan kawasan Asia Tenggara, secara umum memiliki intensitas hujan antara 5 mm/jam s/d 250 mm/jam atau memiliki redaman minimal sebesar 0,4 dB/km dan redaman maksimal lebih besar dari 30 dB/km, khusus untuk pita frekuensi Ka. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah pengaruh efek sintilasi (scintilation), akibat berfluktuasinya tingkat kelembaban atmosfir yang berakibat terjadinya fluktuasi index bias lapisan atmosfir dan menyebabkan sinyal radio yang melaluinya berfluktuasi dengan cepat, adanya redaman akibat lapisan fusi dan absorpsi serta difusi partikel di atmosfir.

Aplikasi Pita Frekuensi Ka

Beberapa aplikasi pita frekuensi Ka khususnya untuk aplikasi telekomunikasi satelit adalah: Internet, video conference, video telephony, data broadcasting, voice (telepon) rural/remote area, tele-medecine, tele-education, SCADA, local television (broadcasting) satellite data relay services, Inter Satellite Links (ISL), news gathering dan PC Networks. [DTT]. Sementara itu pada Gambar 1 adalah kecepatan data dan jenis aplikasi pada sistem satelit SPACEWAYTM.

Namun demikian sebagian besar aplikasi yang akan dilayani dengan pita frekuensi adalah aplikasi Internet dan Multimedia. [DTT].

Industri Satelit Pita Lebar Dunia

Kebutuhan akan akses satelit khususnya internet untuk negara-negara berkembang (Afrika dan Asia) meningkat. Pasaran backbone meningkat dari US$ 71 juta menjadi US$ 210 juta (195,8%) dan untuk akses ke pelanggan akhir meningkat sekitar 71% menjadi US$ 58 juta di tahun 1998.[DTT]. Sedangkan kebutuhan backbone umumnya untuk keperluan akses internet langsung ke Amerika Serikat, dengan pertumbuhan pasar Asia sekitar 10 – 15%. [RC]. Dalam Gambar 2 ditunjukkan prakiraan kebutuhan transponder satelit untuk keperluan ISP dan Gambar 3 ditunjukkan segmentasi pelanggan pita lebar berdasarkan teknologi tahun 2008. [ST].

Dari data majalah Via Satellite, 15 Oktober 1999, pendapatan industri satelit dunia secara umum, akhir 1998, sebesar US $66 milyar. Hal ini ditunjukkan oleh Tabel 4. Peningkatan pendapatan sektor industri satelit dunia tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan permintaan pelayanan Direct TV to Home (DTH). Pesatnya pertumbuhan jasa telekomunikasi pita lebar ditandai dengan munculnya beberapa sistem satelite pita lebar (pita frekuensi Ka) yang rencananya akan beroperasi pada pasca tahun 2000, baik yang berbasis pada orbit geostasioner (GSO) maupun orbit non geostasioner (NGSO).

Kesimpulan

Penggunaan pita frekuensi Ka memberikan banyak keuntungan bagi para pengguna baik korporasi maupun perorangan khususnya yang berkaitan dengan aplikasi pita lebar (broadband multimedia) yang termasuk di dalamnya Internet. Hal ini menjadi sangat terasa penting dan bermanfaat bagi negara-negara berkembang. Prospek positif ini juga ditandai dengan kecenderungan pasar dan teknologi disertai dengan angka-angka pendapatan yang dicapai oleh industri satelit dunia saat ini dan prakiraannya di masa datang. Namun demikian masih banyak permasalahan yang harus diatasi sebagai akibat dari kekurangan alami yang dimiliki oleh pita frekuensi Ka dan frekuensi-frekuensi di atasnya.

Dengan adanya trend perkembangan jasa telekomunikasi baik sipil, militer dan juga penelitian yang mengarah kepada penggunaan pita frekuensi Ka dan frekuensi-frekuensi di atasnya maka studi karakter pita-pita frekuensi tersebut menjadi sangat penting. Untuk itu perlu adanya peningkatan dan penajaman penelitian secara seksama dan intensif baik di dunia industri, pendidikan, pemerintah dan LSM. Hal ini diperlukan sebagai pertimbangan ekonomis maupun strategis. Untuk Indonesia yang secara geografis kurang diuntungkan di dalam penggunaan pita frekuensi Ka, maka perlu secara seksama dicari solusi teknis dan manajerial untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Hal ini disebabkan oleh 3 alasan; pertama, meningkatnya penggunaan jasa internet dan multimedia nasional; kedua, masih kurangnya jumlah dan kapasitas infrastruktur nasional; ketiga, kepentingan ekonomi dan strategis nasional. Diharapkan kita tidak hanya akan menjadi penonton perlombaan kemajuan teknologi, khususnya telekomunikasi dan informasi dunia.

Referensi

Eddy Setiawan
Direktorat Perencanaan dan Teknologi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.
Jl.Japati. no.1 Bandung 40133; eddysetiawan@hotmail.com;
 Fax: 022.706.225

Peranan Organisasi Internasional Non-Pemerintah dalam Memajukan Kegiatan Keantaraiksaan
(Termasuk Bidang Persatelitan)


| HOME | COVER |
 © 1999-2000 ELEKTRO Online
All Rights Reserved.